Skip to main content
Category

Article

framework transformasi digital, kerangka kerja, framework transformasi, act consulting

Kerangka Kerja (Framework) Transformasi Digital

By Article No Comments

framework transformasi digital, kerangka kerja, framework transformasi, act consulting

Perubahan membuat semua orang tak nyaman.  Karena itu kecenderungan manusia adalah untuk menjaga agar segala sesuatu berjalan stabil.  Namun waktu terus berjalan dan semua orang di masa kini ditantang oleh perubahan yang berlangsung secara secepat kilat. Informasi berjalan dan menyiarkan jutaan hingga milyaran berita detik per detiknya.  Bahkan ekonomi di era ini dinamakan sebagai era ekonomi informasi (information economy).

Ekonomi sangat dipengaruhi oleh dunia teknologi informasi yang perkembangannya diinisiasi oleh para jenius di abad ini yang memulai sejumlah start up yang kini nilainya amat tinggi.  Mereka bahkan memiliki liabilities yang sangat kecil, dan tidak memiliki banyak asset.  Jauh berbeda dengan para pemimpin pasar di masa lalu yang  harus memiliki asset bernilai bilyunan dollar, mereka menang karena memegang 1 kerangka kerja yaitu; terus mendorong perubahan.

“DNA dari semua organisasi terus berubah. Apa yang dahulu memisahkan antara besar dan kecil, komersial dan non profit, pemerintah dan rakyat, makin jadi blur. Kini, organisasi yang akan jadi sangat hebat adalah hasil paduan dari berbagai unsur yang ditata dengan baik. Di era ekonomi informasi, konsumen tidak melihat darimana suatu produk atau solusi berasal. Hal ini harus menjadi pendorong bagi pemberdayaaan pekerja. Agar karyawan memiliki misi dan gairah yang dibutuhkan untuk memberi keuntungan bagi pemegang saham dan memberikan hasil yang bermakna”.  Demikian dikemukakan oleh David Bray, Chief Information Officer dari Federal Communications Commission (lembaga penyiaran negara Amerika Serikat).

Pada waktu yang hampir bersamaan, Bruce Rogers (Chief Insight Officer dari Forbes) turut menjelaskan situasi pada saat ini menurutnya. Ia mengatakan bahwa semua orang tengah melakukan perubahan secara virtual, dari apa yang terlihat. Namun hanya separuh dari organisasi dan pemimpin di dalamnya upaya perubahan virtual tersebut, yang benar-benar mengetahui apa dan bagaimana kondisi semula dari transformasi digital dan tak banyak yang mengetahui dan mampu merumuskan apa tujuan yang ingin mereka capai.

Bruce Rogers juga mengatakan bahwa untuk sampai pada tujuan impian, kita harus memahami saluran digital (digital channels) apa saja yang ada dan apa saja data dan analisa informasi digital yang bisa dipetik. Secara sosial di dalam perusahaan juga harus diciptakan budaya transparansi. Sistem HRD harus mampu meningkatkan kapabilitas internal untuk dapat menerapkan tujuan transformasi. Setiap manajer harus mampu menghasilkan daya ungkit dari setiap peluang yang tercipta.

Ada 7 elemen kunci yang menjelaskan bagaimana organisasi digital terhebat memfokuskan usaha mereka. Sejumlah prioritas yang dipantau termasuk di antaranya; digital marketing dan komunikasi; pengembangan produk; layanan dan support pelanggan; yang kesemuanya bekerja secara serasi satu sama lain. 7 elemen kunci kerangka kerja transformasi digital tersebut adalah;

  1. Pimpinan harus aktif melakukan eksplorasi digital, menjadi perantara transformasi dengan mengefektifkan komunikasi antar bagian, melakukan advokasi terhadap sistem yang dibangun, dan menjaga strategi dan proses keseharian. Advokasi dalam hal ini lebih merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan perusahaan secara bertahap maju.
  1. Semua bagian harus memahami arus informasi eksternal dan internal. Memahami situasi dan kondisi dari aliran informasi tersebut, terutama yang berkaitan dengan produk mereka, perusahaan mereka, sistem yang ada, dan bagaimana seluruh informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesuksesan bisnis.
  1. Memantau pengalaman konsumen terhadap produk kita sebelumnya. Memahami bagaimana pengaruh merk kita pada konsumen. Apa yang disukai dan tidak disukai konsumen, dan analisa serta evaluasi reaksi konsumen terhadap produk kita.
  1. Meraih konsumen dengan komunikasi marketing yang mengalir. Campaigns yang diluncurkan harus menjadi bagian dari alur marketing yang mengalir 24jam selama 7 hari, selama 365 hari. Marketers harus dapat memahami momentum dan menciptakan momentum agar sesuai dengan bagaimana konsumen hidup.
  1. Memahami bahwa penjualan terjadi sebagai hasil dari momentum yang saling terhubung satu sama lain. Dalam pasar B2B (business to business) dan b2c (business to consumer) kendali ada pada pelanggan. Untuk memenangkan evolusi digital, sales perlu menyajikan konten pada momen yang bermakna bagi pelanggan.
  1. Setiap orang dalam organisasi harus merasa bertanggung jawab satu sama lain. Informasi, gagasan, dan ide baru tidak optimal bila informasi hanya disimpan oleh tiap bagian. Tiap bagian harus saling berkomunikasi satu sama lain, dan memetik faedah dari tiap interaksi. Gunakan pengetahuan yang mengalir di organisasi untuk mencerdaskan tiap orang di organisasi.
  1. Selalu berada selangkah di depan. Untuk memperoleh keuntungan dari persaingan, organisasi harus menggunakan informasi dan gagasan secara simultan. Bangunlah pengalaman konsumen yang bermakna. Berikan produk yang memberi makna pada konsumen. Dalam transformasi digital, regenerasi harus terus terjadi dan harus dipahami sebagai bagian dari proses. Kemampuan untuk dapat menyikapi momentum adalah hal yang kritis yang memandu perilaku organisasi. Perusahaan harus peka dalam menangkap peluang dari tiap momentum.

Pada akhirnya, menurut Rogers, diskusi teknis yang dilakukan, harus menghasilkan kerangka kerja yang diperlukan untuk membangkitkan transformasi dan menjaga agar semua unsur tetap utuh. Ia mengatakan bahwa usaha untuk menata manajemen harus bersifat membangun. Transformasi harus menumbuhkan jiwa pemenang dari organisasi sebagai sebuah tim. Ini tidak mudah, dan membutuhkan kenekatan. Tapi, tiap organisasi perlu mengambil ancang-ancang untuk dapat melompat dari jalan yang bersifat menurun dan mengarahkannya ke atas. Ciptakan jejak digital yang membuat kompetitor iri pada anda. Walaupun hal tersebut membuat anda gentar pada awalnya.

bagaimana digital thinking mengubah tindakan dan hasil, act consulting, transformasi digital

Bagaimana Digital Thinking Merubah Tindakan dan Hasil

By Article No Comments

bagaimana digital thinking mengubah tindakan dan hasil, act consulting, transformasi digital

 

“Anda tidak dapat merubah sesuatu dengan melawan kenyataan sekarang.

Untuk dapat melakukan perubahan, buatlah model baru yang membuat

model saat ini menjadi usang”

Buckminster Fuller, seorang system theorist, penulis dan penemu dari Amerika

 

Banyak start-up baru dikembangkan karena semata-mata dapat dibuat.  Padahal, hukum dalam ekonomi digital adalah; hanya organisasi yang mendatangkan keuntungan bagi masyarakat yang dapat bertahan. Hanya organisasi yang secara rutin menciptakan dan mengirimkan solusi-lah, yang akan mendapatkan rekognisi dan mendapatkan peningkatan demand.

 

Jadi sebelum mengambil peran dalam perubahan dan memulai transformasi digital, terlebih dahulu tanyakan pada masyarakat tentang apa yang mereka butuhkan dari organisasi Anda. Sebagai pimpinan, manajer, karyawan, atau sebagai pelaku bisnis, semua harus memiliki wawasan luas, berpikiran terbuka, dan bersikap mendukung perubahan. Karena perubahan tidak dapat berjalan mundur dan tak dapat dihentikan.

 

Bahkan Microsoft dan Google pun, tak berhenti belajar. Kita bisa melihat bahwa kedua raksasa IT ini, terus ingin berilmu pada para ahli dari beragam bidang ilmu. Mengapa? Karena transformasi digital merubah semua sisi dalam bidang kehidupan dan perubahan ini seringkali tidak bisa diduga, bersifat ambigu, sulit dipahami dan sulit diprediksi pengaruhnya pada bisnis kita. Pun lagi, ekonomi digital menggaris-bawahi bahwa organisasi yang dianggap tidak mendatangkan manfaat, akan punah dengan sendirinya.

 

Kita bisa melihat banyak produk google yang gagal. Namun itu tidak pernah membuat mereka mundur. Prinsip mereka adalah, kita harus belajar dari setiap kegagalan. Karena bila kita terus belajar, dan terus memperkaya wawasan dengan menyambangi beragam jenis informasi dari setiap lapisan dan dari semua bidang, maka kita akan dapat menangkap peluang. Karena dari proses belajar dan interaksi dengan berbagai kalangan, kita akan mendapatkan insight tentang needs apa saja yang dapat mendatangkan demand.

 

Organisasi yang sukses di era digital, harus mencintai proses transformasi yang berlangsung dan merayakan tiap keberhasilan yang terjadi. Namun tak mungkin sampai pada tujuan impian, bila masih membandingkan perubahan dengan keadaan semula, atau menganggap perubahan sebagai evolusi sederhana.

 

Mengapa? Karena pola pikir status quo tidaklah kompatibel dengan perubahan yang terjadi. Bahkan sifatnya membatasi dan mencegah kemampuan tim dan organisasi untuk dapat menembus batasan digital.

 

Gale & Aarons (2017), menyampaikan bahwa ada 3 kunci perubahan dalam digital thinking di level organisasi dan di level karyawan;

  1. Membuat lompatan raksasa, memerlukan konsep baru.

Ide dan konsep baru sangat penting. Kita tak bisa hanya menggunakan ide usang dari dunia lama, atau bahasa dan kata-kata jadul, untuk dapat menjelaskan pemikiran dan mindset baru.  Bahasa yang digunakan, adalah formula penting dalam proses transformasi, bahkan menjadi lebih penting bila ingin perubahan terjadi dengan cepat.  Bila organisasi ingin merubah perilaku dan kinerja, sistem yang ada harus melingkari konsep digital baru, agar dapat peluang yang ada dapat terlihat dan dipahami oleh organisasi dan seluruh karyawan.

  1. Perubahan kecil adalah kunci untuk hasil jangka panjang (long term results).

Karena transformasi digital membutuhkan banyak investasi, maka waktu merupakan aset potensial terbesar. Namun, kekurangan waktu juga bisa menjadi beban berat bila ingin sistem yang dirancang dapat melakukan kinerja efektif. Kunci untuk mendapatkan kelegaan waktu dan menyusun prioritas adalah bila dapat menyusun framework yang tepat. Kita harus menentukan apa saja proses yang dihentikan/ dimulai/ dilakukan dengan cara lain. Sebuah metode yang terbukti memberikan hasil yang dramatis dan dapat diterapkan dalam semua aspek dalam bisnis.

  1. Sukses melahirkan kesuksesan. Dalam transformasi digital, organisasi harus dapat menciptakan momentum, dan memperoleh informasi aspek mana yang dapat menghasilkan sukses berkelanjutan. Ada alasan fungsional dan psikologikal dibalik tiap aspek yang mendorong kesuksesan. Keberhasilan yang terjadi, walau sedikit, dapat menimbulkan gelombang kesuksesan. Inilah alasan lain mengapa kita harus menghargai setiap hal kecil.

 

Melakukan pemikiran secara digital (digital thinking) harus dilakukan oleh semua bagian di dalam organisasi. Kita tidak bisa mengharapkan hanya bagian IT saja yang bekerja. Bahkan kita memerlukan teknologi digital untuk mempercepat proses bisnis dan membuat semua terekam secara rinci. Selain untuk memudahkan pekerjaan, akan baik apabila dilakukan upaya digitalisasi di dalam berbagai proses bisnis, dari mulai hulu ke hilir.

 

Beragam terobosan dapat diolakukan. Ide bisnis yang semula berasal dari survei marketing yang dilakukan dengan memakan banyak waktu, kini dapat dilakukan dalam waktu  yang singkat. Pembuktian visit sales, dulu membutuhkan proses menanda tangani berbagai form. Namun kini bisa dilakukan dengan membuat suatu aplikasi yang dihubungkan dengan google map, untuk mencatat lama visit dan memvalidasi bukti visit. Banyak lagi inovasi lain yang dapat dilakukan. Inti dari digital thinking adalah kita harus terus menerus berinovasi, dan menjadikan inovasi sebagai sebuah kebiasaan atau innovation habit. Kita tidak perlu murung apabila hasil inovasi kita tidak diterima, karena seperti halnya bernafas, ada nafas yang dibuang dan dihela, inovasi pun tidak mungkin dilakukan semuanya dan tidak mungkin diserap semuanya. Jangan sampai perubahan di  lingkungan internal kalah cepat dengan perubahan di lingkungan luar, karena itulah yang akan menjadikan bisnis kita menjadi using dan punah. Salam digital thinking dari  ACT Consulting.

Change Agent Certification Program, Change Agent Sertifikasi

Menembus Penghalang Budaya Inovasi

By Article No Comments

 

Change Agent Certification Program, Change Agent Sertifikasi

Hari Pahlawan yang kita peringati bersama di Bulan November 2018 ini, seharusnya menjadi momen untuk perkembangan di dalam organisasi dimana kita berada. Salah satu caranya adalah dengan membuat berbagai inovasi, untuk menyelamatkan organisasi di tempat dimana kita berkiprah. Untuk itu, mari kita simak hasil studi literatur di bawah ini, mengenai cara-cara untuk menembus penghalang budaya inovasi. Semoga bermanfaat.

Samsung Group, awalnya adalah perusahaan pengekspor beras. Namun pada tahun 1987, saat pendirinya, Lee Byung Chul meninggal dunia, Samsung sudah merambah pasar teknologi global, terutama di bidang elektronik dan semi konduktor. Pucuk kepemimpinan kemudian diemban oleh putra ketiganya, Kun Hee Lee. Di tangannya, Samsung (yang dalam bahasa korea berarti tiga bintang), berhasil melalui fase-fase krusial dan melakukan lompatan-lompatan spektakuler, yang kini menempatkannya di garda terdepan teknologi digital.

Dr Hwang Chang-gyu, presiden dan CEO Samsung Electronics, menggambarkan betapa inovasi merupakan nyawa pemberi hidup daya saing perusahaannya. Ketika satu tujuan tercapai, itu berarti awal menetapkan tujuan baru.

 

Dalam hal inovasi, Hwang mengibaratkan orang-orang Samsung hidup seperti kaum nomaden. Mereka terus mengembara mencari temuan-temuan baru. Mereka mengubah fokus bisnis ketika standar-standar teknologi berevolusi. Mereka berhijrah ketika perusahaan- perusahaan lain puas dalam kemapanan.

 

Contohnya, ketika pasar semi konduktor dunia tiarap pada tahun 2003, Samsung malah menggelontorkan dana segar 2 milyar USD, untuk pabrik baru perancang memory chip komputer, telepon seluler dan game console. Hasilnya, kini samsung menjadi nomor satu diatas Intel untuk tiga produk memori utama, yakin DRAM, SRAM dan NAND Flash.

 

Apa yang diwariskan Lee Byung Chul bukanlah semata-mata gurita bisnis dengan modal yang super mapan. Pun bukan semata bisnis untuk kepentingan bisnis itu sendiri. Lee telah berhasil menanamkan filosofi bisnis korporat sebagai bentuk pengabdian :

“Kami akan mengabdikan sumberdaya dan teknologi kami untuk menciptakan produk-produk dan jasa unggul, sehingga berkontribusi pada perbaikan masyarakat global”.

Melintasi batas-batas kebangsaan, Samsung menjadikan inovasi sebagai kultur korporasi.

 

Samsung tidak sendirian. Para Elit Manajemen, memandang Inovasi sebagai jalan untuk mencapai sukses jangka panjang. Menurut survey yang diadakan sebuah lembaga internasional, yang dilakukan di seluruh dunia, lebih dari 70% Elit manajemen memandang inovasi sebagai 3 mesin pertumbuhan teratas dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Organisasi seperti ini telah mengintegrasikan inovasi ke dalam visi, misi dan strategi mereka.

 

David Francis, PhD dan B. Kim Barnes (2015) , mendefinisikan inovasi sebagai “mengoptimalkan potensi keuntungan dalam sebuah ide yang baru bagi perusahaan”.

 

Dua konsep yang terkandung dalam definisi diatas adalah memandang inovasi sebagai penciptaan value individu dan organisasi, untuk menghasilkan suatu hal yang baru. Tidak hanya tentang menciptakan ide yang baik, tapi juga bagaimana untuk membawa ide ini hingga membuahkan hasil.

 

Inovasi memerlukan setiap orang untuk berubah dan bergerak melampaui status quo. Visi, motivasi, focus dan ketangguhan, serta bimbingan kepemimpinan, diperlukan untuk mencapai sukses dalam mengembangkan inovasi tersebut.

 

Apa saja penghalang bagi berkembangnya budaya inovasi? Menurut Nelson dan Barnes (2014), sejumlah faktor di bawah ini ditemukan pada perusahaan dengan budaya yang tidak mendukung kreativitas dan inovasi:

  • Rasa takut dan hukuman; tidak bisa berdiri bersama dengan kesediaan pekerja untuk mengambil resiko yang diperlukan dalam menciptakan inovasi
  • Kehampaan makna. Bila tidak ada arah tujuan, semua akan mengambil semua jalan. Ini karena, tidak ada visi – tidak ada inovasi.
  • Tidak melihat perubahan yang dihasilkan. Bila pekerja memandang hasil pekerjaannya tak dihargai dan jatuh ke lubang hitam, dipandang tidak sesuai dengan visi dan tujuan perusahaan, mereka tidak akan repot-repot menciptakan inovasi
  • Tidak adanya rasa percaya diri. Bila yang didengar pekerja hanya kegagalan, dan tidak pernah ada apresiasi, akan banyak pekerja yang akan memotong ide-idenya sendiri sebelum diajukan.
  • Penolakan dan rasa frutasi. Pekerja akan merasa tidak perlu melakukan sesuatu untuk organisasi yang tidak memperlakukan mereka dengan baik.
  • Tidak adanya pemberdayaan. Micromanaging dan kelumpuhan untuk pekerja mengambil keputusan sendiri, akan membunuh inisiatif mereka
  • Mental kalah menang. Peperangan yang tidak terlihat. Membiarkan permusuhan dalam sesama pekerja.
  • Gangguan yang kerap muncul, kesibukan formal yang menyita waktu pekerja, akan menghisap energi kreatif dan kegembiraan dalam berinovasi, dan membuat mereka lelah. Contohnya ; waktu rapat yang tak berujung. Mungkinkah pekerja anda bisa berinovasi bila mereka tidak diberikan waktu untuk berpikir?
  • Dukungan implisit dan eksplisit terhadap status quo. Membuat pekerjaan yang sifatnya inovatif ditahan atau disisihkan
  • Kurangnya fleksibilitas dan keterbukaan terhadap terbukanya peluang dan kesempatan baru, dan kurangnya nilai yang diberikan untuk mengukur potensi yang tengah dikembangkan dalam proses inovasi. Biasanya para innovator ditekan untuk menyediakan data klien baru yang dihasilkan dan data peluang keberhasilan inovasi dalam bentuk angka dollar atau rupiah, dan bila tidak bisa, inovasi yang tengah dikembangkan dianggap tidak patut dilanjutkan
  • Lingkungan fisik dan sosial yang steril, hanya terfokus pada keseragaman. Membuat keunikan, kreativitas dan ide-ide diluar kotak tidak bisa distimulasi.

Apakah budaya penghalang inovasi diatas ada dalam perusahaan anda? Atau dilakukan oleh para Elit Manajemen di perusahaan anda? Bila ya, mari sama-sama berbenah.

 

Nelson dan Barnes (2014) dalam jurnal “Industrial and Commercial Training”, mengungkapkan hal diatas dan mengutip survey Lembaga Internasional yang menyampaikan bahwa 94% elit manajemen yang ikut dalam survey tersebut menegaskan bahwa para pekerja dan budaya kerja merupakan penggerak inovasi dalam perusahaan.

 

Cohn, Katzenbach, dan Vlak dalam artikel Harvard Bussiness Review berjudul “Mencari dan mendandani innovator pembaharu”, menyampaikan bahwa hanya 5-10 % manajer yang berpotensi tinggi untuk menjadi innovator pembaharu (dalam Cohnet et al 2008, dalam Nelson dan Barnes 2014).

 

Nelson dan Barnes (2014) menegaskan pentingnya mengenali dan mengembangkan pemimpin yang menunjukkan mindset dan langkah-langkah yang sifatnya inovatif. Agar para manajer ini bisa menjadi innovator pembaharu, Elit manajemen perlu mengenali kelebihan mereka, dan menjaga agar langkah- langkah inovatif yang mereka lakukan tidak terancam oleh status quo dengan skill yang berbeda.

 

Perbedaan skill dan perbedaan langkah ini bukanlah suatu hal yang boleh diperbandingkan satu sama lain oleh Elit manajemen. Karena akan menciptakan budaya yang tidak sehat. Para manajer yang dikembangkan menjadi innovator pembaharu ini, akan membantu perusahaan untuk tetap terdepan, dan membawa nilai yang unik bagi organisasi.

 

Para pemimpin inovasi ini haruslah dibimbing untuk menjalankan tugas-tugas yang menantang, dengan diberikan dukungan mentor berkapasitas tinggi, dan jaringan kawan sejawat dalam level tertinggi diorganisasi. Pada langkah terakhir, individu ini harus ditempatkan di tengah organisasi sehingga bisa menjadi motor inovasi yang out of the box, dan bisa bekerja melintasi berbagai bagian di organisasi. Para innovator pembaharu ini akan berfokus sebagai penghubung inovasi.

 

Itulah beberapa hal yang ditegaskan oleh Nelson dan Barnes dalam Jurnal “Industrial dan Commercial Training” yang mereka susun yang berjudul “Apa yang membunuh Inovasi? Peran anda sebagai pemimpin yang mendukung budaya inovasi”. Setelah mengetahui langkah-langkah untuk menembus penghalang tumbuhnya budaya inovasi di perusahaan anda, dan mengetahui cara pengembangan para inovator di perusahaan anda, mari kita sama-sama berbekal dengan pengetahuan ini, untuk siap menghadapi perubahan yang makin cepat di era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex & Ambiguity) ini. Salam Semangat Pahlawan dari kami di ESQ 165.

 

oleh:  Dudi Supriadi – Business Innovation Expert ACT Consulting

Pengembangan SDM

Pengembangan SDM terpadu dengan Platform Knowledge Management

By Article No Comments

Pengembangan SDM

Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, adalah salah satu tugas bagian HRD atau bagian Human Capital di perusahaan.  Dalam mengembangkan SDM perusahaan ini, ada dua perbedaan sudut pandang yang signifikan. Ada pandangan yang menjadikan SDM sebagaimana Tanaman, atau memandang SDM sebagaimana Tumbuhan.

Apa perbedaannya? Pandangan SDM sebagai tanaman, digunakan oleh sudut pandang perusahaan yang memandang karyawan sebagai pekerja yang memiliki tanggung jawab semata, dan minim dalam memberikan dorongan karyawannya untuk berkembang.

Pandangan SDM sebagai Tumbuhan, digunakan oleh perusahaan yang memandang karyawan sebagai aset, sebagai bibit yang dirawat secara hati-hati, diberikan pendidikan sebagai pupuk, dilakukan penanaman kedisiplinan sebagai upaya penghalusan budi pekerti dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas masing-masing individu dimaksimalkan dengan berbagai jenis training yang diberikan.

Dalam perusahaan yang memandang karyawan dengan perspektif tumbuhan ini, sumber daya manusianya dikembangkan secara optimal. Setiap orang yang memiliki kapasitas baik, disiapkan untuk menjadi the next leader, untuk menjadi the next manager, dengan membentuk sistem succession planning dan sistem pengembangan kapasitas melalui platform knowledge management (KM). Dalam tulisan ini kita akan membahas tentang metode KM seperti apa yang dapat ditiru oleh perusaahaan Anda.

Di Indonesia, sistem KM ini diterapkan dengan beragam bentuk. Apakah itu di perusahaan swasta, maupun di sejumlah instansi pemerintahan dan kementerian.  Sejumlah model KM yang diterapkan antara lain diadakannya sistem Online Library di sejumlah universitas di tanah air, Sistem Repository Management di Departemen Kehutanan dan Departemen Pertanian, dan sistem Digital Training di Garuda Indonesia yang memungkinkan pilot dan awak pesawat dapat mengakses training via smartphone dari berbagai penjuru dunia.

Sejumlah klien ESQ pun tengah menjalankan sistem Knowledge Management melalui Digital Learning dalam berbagai platform yang dikembangkan. Dengan Pertamina, ESQ menyediakan aplikasi ESQ Quantum Excellent yang bisa diakses oleh para karyawan dari gawai yang mereka miliki, dengan tujuan untuk meningkatkan good habit dan memperluas kapasitas social intelligence.

Dengan Auto2000, ESQ membangun sistem Digital Learning yang dinamakan Lion Auto2000 untuk para sales, dengan metode digital training atau training jarak jauh dengan video yang bisa diakses para Sales Auto2000 melalui gawai yang mereka miliki. Dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas sales dan menajamkan kapabilitas mereka untuk menjadi sales yang tahan banting dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor.

Dalam format yang lebih massif, ADIRA pun membangun kerjasama dengan ESQ dalam bentuk Digital Learning Sharing Session Integrity Building dimana diadakan training pada berbagai level dan beragam session sharing dengan puluhan metode motivasi dari ESQ, yang menjadi anchor dalam proyek pembentukan karakter karyawan yang memiliki Integritas tinggi.

Beragam produk Knowledge Management yang dikembangkan oleh ESQ dengan sejumlah klien ini bersifat kostumisasi, dan dilakukan dalam metode yang berbeda-beda, dengan melihat kebutuhan dan tujuan akhir pendidikan dari metode Digital Learning yang diinginkan perusahaan.

Metode pembelajaran jarak jauh yang disediakan melalui Digital Learning dan Digital Training, dalam beragam bentuk ini, memungkinkan perusahaan untuk bisa memberikan pendidikan pada puluhan ribu karyawan sekaligus, dalam waktu yang singkat, dan dengan efektivitas yang dapat diukur melalui Quiz yang diadakan setiap satu sesi pembelajaran digital dilakukan.

Sejumlah metode knowledge management system yang tengah berkembang ini, juga menyentuh sistem evaluasi budaya perusahaan. ESQ memiliki pengukuran budaya perusahaan dengan metode online. Yang bersifat paperless dan hasil evaluasi kondisi entropi budaya perusahaan dapat diukur dalam waktu yang singkat. Setiap karyawan dikirimkan link menuju halaman form Organization Culture Health Index (OCHI) yang bisa diakses dari setiap gawai yang mereka miliki. Evaluasi budaya menjadi dapat diukur secara menyeluruh, dapat dipantau per bagian, bahkan dapat melihat respon budaya tiap karyawan. Menghemat banyak waktu dan biaya, dan dapat memberikan hasil rinci maupun global.

Untuk calon mahasiswa ESQ Business School pun bisa masuk dalam sistem seleksi masuk dengan online Quiz, hanya dalam waktu satu jam, calon mahasiswa sudah bisa terukur kemampuannya dan terekam datanya. Hingga calon mahasiswa dari pelosok tanah air pun bisa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa dari ESQ Business School. Sejumlah tes seperti tes minat dan bakat dengan metode Holland Code pun bisa diakses mahasiswa untuk menemukan tipe pekerjaan impiannya.

Bahkan, ESQ Masa Persiapan Pensiun (MPP) pun telah memiliki pengukuran Kecemasan Pensiun dengan digital platform ARS (Anxiety Rating Scale) sejak tahun 2016. Dari pengukuran ARS yang dilakukan pada tahun 2016 dan 2017, telah terkumpul gambaran kecemasan pensiun tidak kurang dari 40 perusahaan. Perusahaan peserta ARS dari ESQMPP ini terdiri dari instansi pemerintah, BUMN, perusahaan multi nasional, kementerian, dan pemerintah pusat dan daerah, serta universitas ternama di Indonesia.

Knowledge management system yang terintegrasi, membuat pencatatan training yang diikuti karyawan dan nilai evaluasi hasil training terekam secara otomatis di dalam sistem. Beragam hasil tes pun berada dalam platform yang diintegrasikan ini. Hal ini menjadikan sistem administrasi training SDM lebih ringkas, paperless dan evaluasi menjadi lebih mudah dilakukan.

Bahkan, ESQ memberikan video motivasi yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. ESQ virtual training ini bisa diakses secara gratis melalui provider internet TV dari Telkomsel yaitu Indihome. Sehingga walaupun berada di rumah saat akhir pekan atau liburan, kita masih bisa mengikuti pembelajaran pembentukan karakter ini dari jarak jauh.

Tidak ada kata henti untuk kemajuan. Tidak mungkin sebuah perusahaan dapat bergerak maju bila tidak mengadopsi sistem yang lebih fleksibel dan adaptif. Sistem KM yang dikembangkan saat ini lebih sesuai dengan mobilitas dan tanggung jawab kerja karyawan yang makin kompleks di era sibernetik ini. Mari bersama merangkul masa depan dengan mengembangkan sistem Knowledge Management di perusahaan dimana kita berkarya. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat merujuk pada website actconsulting.co yang dikelola oleh ESQ.  Salam 165 untuk Era Digital.

Corporate Culture (3)

Apa itu Budaya?

By Article No Comments

apa itu budaya?

Untuk memahami apa itu budaya, kita bisa mempelajari berbagai definisi yang ada. Definisi yang resmi, diutarakan oleh para ahli anthropologi, dan para budayawan. Namun sebenarnya, saat kata budaya pertama kali diutarakan, apa yang ada di pikiran kita sebenarnya?

Kita biasa menggunakan kata budaya dalam banyak hal namun kurang mendalami maknanya. Bahkan ada yang beranggapan bahwa budaya semata-mata adalah berupa karya seni seperti sendratari atau teater saja. Padahal, budaya memiliki definisi yang menyeluruh dan utuh. Bahwa penampilan, kebiasaan dan kepribadian kita juga adalah hasil bentukan dari budaya yang ada di sekeliling kita.

Oleh karena itu, memahami  apa itu budaya, menjadi amat penting. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansakerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.

Ini berarti, budaya merupakan hasil dari pemikiran, yang diserap oleh masyarakat karena dirasa sesuai dengan pemahaman akal mereka. Sementara, hasil pemikiran yang dianggap negatif, akan ditolak oleh masyarakat, baik secara individu maupun kolektif.

Di dalam konteks dunia kerja, penyerapan budaya amat tergantung pada sinkronisasi antara values yang lama dengan values baru. Sesuai dengan upaya untuk melakukan transformasi budaya perusahaan dari current culture ke desired culture yang sedang dikembangkan. Untuk mempermudah upaya ini, ESQ memiliki program training unggulan yang menjadi ciri khas dalam upaya untuk melakukan values alignment ke berbagai sasaran subyek perubahan di dalam perusahaan, melalui Values Internalization Training.

 

Salam budaya unggul dari ACT Consulting.

Kesalahan Dalam Inovasi Bisnis yang Wajib Diwaspadai

By Article No Comments

Inovasi Bisnis – Era VUCA yang berjalan secara cepat dan dinamis kerap menjadi mimpi buruk bagi para pelaku bisnis. Banyak pengusaha yang terpaksa gulung tikar karena tak mampu bersaing dengan baik di perubahan zaman ini.

Oleh sebab itu, inovasi bisnis perlu mereka lakukan agar usaha yang Anda geluti bisa berjalan secara sustainable. Sukses yang berkelanjutan juga bisa Anda dapatkan dengan mudah.

Sayangnya meski sudah berupaya melakukan sebuah inovosi, masih banyak pengusaha yang belum mampu meraih kesuksesan secara cepat dan eksponensial. Tak jarang juga lho mereka mengalami kegagalan berulang.

Apakah hal tersebut juga terjadi pada Anda? Jika jawabannya adalah “YA”, ada kemungkinan kalau Anda sedang melakukan kesalahan dalam inovasi bisnis berikut ini.

1. Keliru Dalam Membuat Strategi Bisnis

Kesalahan dalam membuat strategi bisnis ini terbilang cukup sering dilakukan pengusaha. Mereka menganggap bahwa mengemukakan ide yang out of the box itu sudah cukup. Padahal, masih ada banyak PR yang harus diselesaikan.

Contonya membuat penyesuaian ide dengan permintaan pasar, menentukan target market yang ingin disasar, hingga menentukan cara memasarkan atau menjual produk. Hal tersebut harus dipikirkan baik-baik ketika Anda membuat inovasi bisnis.

2. Tidak Fokus dan Mudah Terdistraksi

Banyak juga pebisnis yang mudah terdistraksi dengan ide-ide baru lalu tidak fokus dengan tujuan yang ingin ia capai sebelumnya. Ketika merasa bisnisnya belum semaju kompetitor, ia langsung mengganti jenis usaha yang digeluti tanpa melakukan evaluasi terlebih dahulu.

Kemungkinan untuk melakukan kesalahan yang sama bisa saja terjadi. Sebab, ia terbiasa untuk membuat strategi bisnis yang tidak matang dan tidak mampu fokus mencapai tujuan yang ingin diraih.

3. Penanaman Mindset Inovasi Bisnis yang Keliru

Kesalahan dalam inovasi bisnis yang selanjutnya adalah penanaman mindset yang keliru. Masih banyak orang menggeluti satu bisnis namun tidak memahami makna dari apa yang ia kerjakan. Akhirnya, semangat untuk meraih impian pun lama kelamaan bisa memudar. Jadi, wajar saja kalau bisnis yang dirintis sulit mencapai kesuksesan.

Oleh sebab itu, penting bagi Anda mengetahui ilmu tentang inovasi bisnis dan penanaman mindset bisnis secara seimbang. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi Anda mengembangkan bisnis yang digeluti.

Ingin tahu bagaimana caranya? Ketahui lewat Workshop Business Innovation dari ACT Consulting.

Melalui workshop ini, Anda akan diberikan pembekalan bermanfaat mulai dari cara menemukan peluang, menciptakan ide bisnis, hingga membuat strategi bisnis yang tepat. Pembekalan tentang cara menanamkan MINDSET pada pebisnis sukses juga akan diberikan di workshop ini.

Jadi semakin siap memajukan dan mengembangkan bisnis yang Anda jalani kan?

Tertarik untuk ikut? Silakan klik tautan berikut untuk informasi lengkap seputar program dan pendaftaran!

Workshop Business Innovation

 

Writer : First | Editor : Ania | Image : Argha

Menjadi Pemenang di Era Disrupsi Saat Ini

By Article No Comments

Era disrupsi menempatkan individu, perusahaan, maupun organisasi pada kondisi perubahan radikal dalam konteks SDM (Sumber Daya Manusia), lingkungan kerja, dan industri secara keseluruhan. Pertanyaannya, bagaimana menjadi pemenang di era disrupsi saat ini?

Dari survey yang dilakukan Harvard Business Review 80% organisasi, baik komersil atau non-komersil di dunia akan mengalami disrupsi dalam tiga tahun ke depan. Kemudian menurut riset bersama MIT, 70% dari 1000 CEO yang diwawancara mengaku tidak punya keahlian serta operasional perusahaan yang tepat untuk beradaptasi.

Padahal, sudah tidak bisa ditawar lagi jika seluruh elemen dalam kelompok harus meningkatkan kinerja, serta terus melakukan inovasi agar bisa bertahan, bertarung, dan menang.

Ya INOVASI… Satu hal yang kerap dibahas akhir-akhir ini dan dijadikan solusi untuk menjadi pemenang di era disrupsi.

Namun, tahukah Anda untuk bisa berinovasi dibutuhkan keahlian menanamkan MINDSET sukses ke dalam diri sendiri. Inovasi dan mindset adalah satu kesatuan yang penting dimiliki oleh individu, perusahaan maupun organisasi untuk menjadi pemenang.

Pertanyaan selanjutnya, sudahkah Anda memiliki keahlian atau tim yang mampu berinovasi dan memiliki mindset seorang pemenang yang sukses? Jika belum, maukah Anda menemukan solusinya segera.

Solusi yang akan dibahas dan dikupas dalam sebuah WORKSHOP BUSINESS INNOVATION. Sebuah program pelatihan unggulan dari ACT Consulting yang akan mengajak peserta untuk mengetahui, memahami dan mampu memraktikkan ‘bagaimana cara menemukan peluang, menciptakan ide bisnis, hingga membuat strategi bisnis’ yang tepat.

Selain itu, peserta juga akan mampu memahami cara menanamkan MINDSET para bebisnis sukses. Dengan begitu, Anda akan semakin siap dan yakin untuk menjadi pemenang di era disrupsi.

Apa yang didapat di workshop tersebut, dapatkan infonya di link berikut : Workshop Business Innovation

 

Writer : Nia | Editor : Nia | Image : Argha

membangun teamwork yang solid

Cara Membangun Teamwork yang Solid dengan Langkah 7C

By Article No Comments

Blog ACT Consulting – Sinergi dari sebuah tim sangat menentukan tercapainya kesuksesan berkelanjutan bagi perusahaan. Elemen satu ini dapat membuat para anggota mampu bekerja dengan baik untuk meraih tujuan yang diinginkan. Sayangnya, membangun teamwork yang solid seperti itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Ada banyak tantangan berat yang harus dihadapi oleh leader organisasi dalam mewujudkannya.

Meski sulit, bukan berarti tidak bisa direalisaskian lho. Sebagai seorang pemimpin di perusahaan, Anda tentu mampu membangun teamwork yang sulid. Asalkan, Anda mengaplikasikan langkah efektif berikut ini.

1. Coaching

Setiap orang butuh coaching. Tidak terkecuali para SDM di organisasi Anda. Coaching merupakan pembinaan yang dilakukan oleh leader kepada anggota tim. Tujuannya adalah untuk memberikan orientasi realitas dan membantu mengatasi hambatan dalam pekerjaan.

Leader yang mampu menjadi coach mampu memotivasi anggota tim untuk menunjukan performa kerja yang baik. Sebab, setiap coaching dilakukan, ia selalu berupaya untuk membangkitkan potensi terbaik yang ada di dalam diri para karyawan.

2. Character

Memahami karakter masing-masing anggota tim tentu perlu dilakukan untuk bisa membangun teamwork yang solid. Setiap SDM dalam organisasi tentu memiliki karakter yang berbeda-beda. Sebagai seorang leader, Anda wajib ah untuk bisa mengetahui hal ini. Tujuannya adalah agar leader jadi tahu langkah mana yang paling tepat untuk melakukan pendekatan kepada setiap anggota.

3. Communication

Pentingnya elemen satu ini tentu sudah sering Anda dengar. Komunikasi memang membawa pengaruh besar bagi kesolidan sebuah tim dan kesuksesan organisasi.

Komunikasi yang baik akan memudahkan tim dalam berkoordinasi, bekerja sama, dan bertukar informasi. Hasilnya, mereka tak akan merasa terbebani untuk menemukan langkah efektif dalam mencapai goals yang ingin dicapai oleh organisasi.

4. Commitment

Komitmen dari SDM dapat menentukan loyalitas da kinerja mereka di perusahaan. Jika sudah memiliki komitmen, mereka tentu akan lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Mereka tak akan segan untuk mencurahkan seluruh pikiran, tenaga, perhatian, dan waktunya agar bisa mencapai cita-cita yang ingin diraih oleh anggota tim serta perusahaan.

5. Contagious Energy

Maksud dari contagious energy adalah energi positif yang menular.  Ini tentu bisa diwujudkan melalui program coaching. Motovasi kerja yang diberikan oleh leader kepada anggota tim dapat membuat mereka lebih semangat dan percaya diri untuk menunjukan performa optimal.

6. Caring

Sikap peduli di lingkungan kerja akan membuat SDM bisa selalu mendukung satu sama lain. Mereka tidak akan segan untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan agar bisa mencapai kesuksesan yang diharapkan. Mereka punya tujuan untuk menunjukan performa tim yang baik. Bukan hanya sekadar kinerja individu saja.

7. Consistency

Namun, Anda tidak akan mampu untuk membangun teamwork yang solid jika tidak ada sikap konsisten untuk menerapkan keenam hal tersebut. Konsistensi adalah wujud pertanggungjawaban terhadap nilai-nilai yang berlaku di perusahaan. Jika hal ini sudah tertanam di dalam diri anggota tim, mereka tentu bisa membangun kerja sama yang solid untuk mewujudkan kesuksesan berkelanjutan bagi perusahaan.

Langkah untuk merealisasikan teamwork yang solid lainnya bisa Anda dapatkan di Program CSI dari ACT Consulting

 

 

employee engagement bagi perusahaan

Pentingkah Employee Engagement Bagi Perusahaan?

By Article No Comments

employee engagement bagi perusahaanACT Consulting Blog – Peran Employee Engagement bagi perusahaan itu ibarat tiang dalam sebuah bangunan. Kehadirannya akan selalu diperlukan oleh organisasi agar selalu berdiri kokoh.

Employee Engagement dipercaya dapat menjadi penentu kesuksesan perusahaan. Sebab profitabilitas bisa meningkat tajam karena produktivitas tinggi dari para karyawan. Mereka mampu bekerja dengan baik untuk bisa mencapai tujuan organisasi dan membawa kepuasan konsumen.

Sebelum mengetahui lebih banyak tentang peran Employee Engagement bagi perusahaan, Anda perlu mengenal dan memahami istilah tersebut secara lebih mendalam.

Apa Itu Employee Engagement?

Employee Engagement atau keterikatan karyawan adalah adalah suatu kondisi, sikap atau perilaku positif seorang karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya yang ditandai dengan perasaan semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan keasyikan (absorption) untuk tercapainya tujuan dan keberhasilan organisasi.

Employee engagement pertama kali diperkenalkan oleh kelompok peneliti Gallup pada tahun 2004. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa keterikatan karyawan sangat berpengaruh pada performa bisnis perusahaan.

Karyawan yang  engaged terbukti lebih jarang absen, minim melakukan kecelakaan kerja, dan lebih produktif. Mereka mampu membawa perusahaan untuk menghasilkan profit yang signifikan.

Mengukur Employee Engagement di Perusahaan

Ada tiga tingkatan Employee Engagement menurut Gallup (2004). Berikut adalah penjelasannya.

1. Engaged

Karyawan yang engaged adalah seorang pembangun (builder). Mereka selalu menunjukan kinerja yang optimal dan bersedia untuk mengerahkan seluruh kekuatan serta bakat mereka dalam bekerja. Mereka pun selalu bekerja dengan penuh gairah dan senantiasa berinovasi untuk kemajuan perusahaan.

2. Not Engaged

Keterikatan karyawan pada perusahaan di tingkat ini dapat terlihat dari sikap mereka. Karyawan tersebut cenderung fokus pada tugas dibanding mencapai tujuan dari pekerjaan tersebut. Mereka cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan. Untuk itu, mereka lebih memilih untuk menunggu perintah daripada berinisiatif sendiri ketika bekerja.

3. Actively Disengaged

Karyawan tipe ini adalah penunggu gua (cave dweller). Mereka secara konsisten menunjukkan perlawanan pada semua aspek. Mereka hanya melihat sisi negatif pada berbagai kesempatan dan setiap harinya, tipe actively disengaged ini melemahkan apa yang dilakukan oleh pekerja yang engaged.

Anda tentu juga ingin mengetahui tingkatan Employee Engagement bagi perusahaan Anda. Ikuti surveinya bersama ACT Consulting. Melalui survei ini, Anda bukan cuma tahu sejauh mana level keterikatan karyawan dengan perusahaan. Anda pun bisa memahami bagaimana caranya membuat perbaikan atau strategi yang mendukung bisnis perusahaan terkait dengan keterikatan karyawan.

Info lengkap tentang survei ini bisa Anda dapatkan di sini.

Human Capital Meet Up: Engagement Survey

toxic dalam budaya perusahaan

7 Tanda Kalau Ada Toxic Dalam Budaya Perusahaan Anda

By Article No Comments

toxic dalam budaya perusahaanACT Consulting Blog – Selain makhluk hidup, toxic atau racun ternyata bisa juga menjangkit sebuah organisasi atau perusahaan. Toxic tersebut juga bisa memberikan dampak buruk kepada perusahaan.

Membiarkan toxic terus berkembang di perusahaan tentu bisa mengakibatkan organisasi menjadi sakit atau mati. Sayangnya, masih banyak yang belum sadar bahayanya hal tersebut. Bahkan, banyak juga lho leader atau anggota tim yang tidak menyadari hadirnya toxic dalam budaya perusahaan mereka.

Oleh sebab itu, tanda-tanda kehadiran toxic dalam budaya perusahaan berikut ini harus diketahui oleh setiap individu.

1. Leader Terlalu Fokus Pada Tugas, Bukan Hasil

Jika hal ini terjadi, berarti ada yang salah dengan budaya perusahaan Anda. Selain itu, seorang leader juga harus mengembangkan anggota tim yang mandiri, memiliki skill tinggi, dan motivasi besar.

2. Tidak Fokus dengan Pertumbuhan Strategi

Jika semua anggota tim tidak melakukan inovasi strategi dan hanya fokus pada result jangka pendek, tentu akan membuat bisnis berada dalam posisi yang lemah. Ini juga jadi pertanda kalau ada toxic dalam budaya perusahaan.

3. Tidak Ada Eksekusi Pada Strategi Proyek

Tanda besar kalau ada toxic dalam budaya perusahaan Anda adalah tidak adanya eksekusi pada setiap strategi proyek. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya komunikasi dan rasa percaya antar tim atau anggota organisasi.

4. Leader Tak Menyadari Perannya

Ketika leader tidak menyadari perannya di perusahaan ini sudah jadi tanda kalau ada toxic pada budaya di dalamnya. Oleh sebab itu, seorang leader harus membuat kontribusi positif untuk perusahaan setiap harinya.

5. Karyawan Mengabaikan Kebijakan

Karyawan akan mengabaikan kebijakan perusahaan ketika leader mereka tidak memberikan arahan yang jelas terhadap hal tersebut. Kebijakan yang tidak berfungsi baik tentu akan menghambat efektivitas organisasi.

6. Anggota Organisasi Takut untuk Mengemukakan Pendapat

Ketika anggota organisasi merasa takut untuk mengemukakan pemikiran atau ide baru, ini adalah tanda bahwa ada lingkungan yang tidak aman. Bisa diartikan juga sebagai toxic dalam budaya perusahaan. Saat hal itu terjadi, berarti mereka tidak dapat memaksimalkan kompetensinya.

7. Tingginya Turnover Karyawan

Cara termudah untuk mendeteksi toxic di budaya perusahaan adalah tingginya turnover karyawan. Ini adalah tanda kalau anggota tim merasa tidak engaged dengan organisasi.

Jika ada satu tanda tersebut ada dalam perusahaan, Anda tentu harus segera mencari solusi yang tepat untuk memperbaikinya. ACT Consulting hadir untuk Anda yang ingin melakukan transformasi budaya perusahaan.

Program Organization Culture Health Index (OCHI) dari ACT Consulting tentu bisa membantu Anda untuk mengetahui tingkat kesehatan budaya perusahaan Anda. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan penyelesaian yang terukur, terarah, dan tepat sasaran.

Info detail Program OCHI bisa cek di :

Organization Culture Health index

Open chat
1
Hubungi Kami
Scan the code
ACT Consulting International
Halo,
Ada yang bisa kami bantu?