Skip to main content
Category

Article

strategi dasar, pengetahuan dasar corporate strategic specialist, act consulting

PENGETAHUAN DASAR CORPORATE STRATEGIC SPECIALIST

By Article No Comments

strategi dasar, pengetahuan dasar corporate strategic specialist, act consultingPengetahuan dasar apa saja yang perlu diketahui oleh seorang calon Corporate Strategic Specialist sebelum menyusun Corporate Strategic Plan untuk 10 tahun ke depan? Secara disadari atau tidak, peran kalkulasi dan penyusunan rencana strategik di dalam perusahaan merupakan tanggung jawab bersama para leaders di dalam korporasi. Di sejumlah perusahaan sebagian memiliki ahli strategi mereka sendiri. Bahkan divisi strategic perusahaan diadakan khusus untuk melakukan perumusan strategi ini.

Namun sebenarnya kemampuan menganalisa, mengkalkulasi dan menyusun rencana strategic dalam suatu korporasi atau organisasi, adalah sebuah kemampuan yang bisa dipelajari. Memang tidak sepenuhnya mudah. Anda paling tidak harus memiliki daya analisa yang tajam terlebih dahulu. Anda juga memerlukan keterampilan mengobservasi situasi dari berbagai sudut pandang.

Untuk dapat melakukan kalkulasi strategis untuk korporasi Anda, pengetahuan Anda mengenai keadaan finansial perusahaan anda, pengetahuan tentang strategi pengembangan sumber daya manusia di perusahaan Anda, pengetahuan tentang keadaan operasional bisnis dalam korporasi dan pengetahuan tentang kemampuan perusahaan dalam memberikan service pada pelanggan pun, harus ada dalam jangkauan radar anda.

Bila belum, korporasi, organisasi, kantor, biro atau departemen dimana anda bekerja harus dipastikan mengirimkan lebih dari satu orang untuk menguasai keterampilan menyusun kalkulasi dan rencana Corporate Strategic Intelligence yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi ESQ yang akan memberikan pada anda predikat sebagai seorang Corporate Strategic Specialist tingkat Nasional dengan pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Kemampuan yang akan didapatkan di dalam Program Sertifikasi Spesialis Strategi Korporasi atau Corporate Strategic Specialist ini, amat kaya dan beragam. Program ini disarikan dari 30 tahun pekerjaan para ahli strategi korporasi tingkat dunia yang berhasil menjadikan perusahaan mereka masuk dalam list Fortune 500. List Fortune 500 ini adalah daftar 500 Korporasi terbaik di dunia yang telah melalui proses penilaian tentang kesehatan korporat, keuntungan finansial yang kompetitif, kepatuhan terhadap etika bisnis dan budaya perusahaan yang baik.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara meningkatkan kemampuan strategi korporasi dan meningkatkan keberhasilan proses bisnis secara kompetitif di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan dalam program Corporate Strategic Specialist (CSS). Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke  0821-2356-7237 (Aziz).

corporate culture challenges, act consulting

CORPORATE CULTURE CHALLENGES

By Article No Comments

corporate culture challenges, act consultingTantangan apa saja yang dihadapi oleh organisasi di masa kini? Bagaimana dampak derasnya arus informasi  yang massif berdampak bagi budaya di perusahaan Anda? Bagaimana cara untuk mewujudkan sebuah budaya perusahaan yang membuat semua orang di dalamnya bekerja dengan nyaman dan produktif? Bagaimana mewujudkan iklim dan budaya yang positif untuk membentuk sebuah korporasi yang memiliki kemampuan bekerja yang kompetitif dan yang mampu progresif dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah? Kesemua itu adalah corporate culture challenges yang membuat organisasi besar ketar-ketir dan merasa takut akan kehilangan talent terbaik mereka.

Sejumlah perusahaan juga perlu melihat bagaimana corporate culture challenge ini akan mempengaruhi korporasi anda dalam era ekonomi informasi sekarang ini. Bagaimana era economy of trust yang sekarang tengah mewujud di hadapan kita tengah mengubah wajah dunia dan membuat korporasi kita harus terus melakukan berbagai langkah yang strategis untuk memenuhi corporate culture challenges di dalam organisasi. Agar korporasi kita memiliki unsur budaya esensial yang diperlukan untuk tetap memenangkan persaingan.

Padahal sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mewujudkan loyalitas bekerja atau employee engagement tidaklah mudah. Bahwa karyawan yang bahagia dalam bekerja, memiliki kepuasan bekerja, belum tentu engage pada perusahaan. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang setiap lapis karyawan yang bekerja pada organisasi Anda. Apakah mereka para millenials? Apakah gen Y dan baby boomers? Karena tiap lapis generasi memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri.

Anda juga perlu tahu tentang peluang dan tantangan apa yang ada dalam melakukan berbagai program komunikasi organisasi dan perancangan beragam artefak budaya yang ada di dalam korporasi seperti apa yang akan membuat pekerja merasa termotivasi dan terdorong untuk loyal?

Kesemua strategi yang dibutuhkan untuk perancangan budaya perusahaan secara komprehensif ini ada dalam program Corporate Culture Specialist.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara meningkatkan kemampuan strategi pembentukan budaya perusahaan dan meningkatkan keberhasilan proses bisnis secara kompetitif di korporasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan dalam program Corporate Culture Specialist (CSS). Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke  0821-2356-7237 (Aziz).

employee engagement, corporate culture, job satisfaction, job engineering, job crafting, organization development, act consulting, irna azzadina

Apa itu Employee Engagement?

By Article No Comments

employee engagement, corporate culture, job satisfaction, job engineering, job crafting, organization development, act consulting, irna azzadina

Banyak pihak memiliki makna dan interpretasi berbeda tentang Employee Engagement. Bahkan, William H Macey & Benjamin Schneider dalam Cambridge Journal of Society for Industrial and Organizational Psychology (2008) menyampaikan bahwa arti dari employee engagement bermakna ganda bagi para akademisi dan praktisi, saat digunakan dalam berdiskusi dengan klien. Ada tiga faset dari engagement yaitu sebagai kondisi psikologis, sebagai perilaku, dan sebagai karakter.

Kevin Kruse (2012) dalam Forbes menyatakan bahwa employee engagement tidak sama dengan kebahagiaan dalam bekerja (employee happiness). Menurutnya, Banyak orang bekerja dengan bahagia, namun mereka tidak engage pada visi dan misi perusahaan dan tugas-tugas yang diembannya.

Kruse yang menulis buku best seller “Employee Engagement 2.0” juga menyampaikan bahwa employee engagement tidak sama dengan kepuasan dalam bekerja (employee satisfaction). Karena banyak karyawan yang puas pada pekerjaan mereka namun tidak memiliki komitmen dan loyakitas bekerja yang baik. Kepuasan bekerja saja tidak cukup.

Kruse (2012) mendefinisikan Employee engagement sebagai komitmen emosional yang dimiliki oleh karyawan saat bekerja untuk organisasi. Menurutnya, saat employee peduli pada perusahaan, maka mereka akan melakukan pekerjaan ekstra tanpa mengeluh saat diperlukan.

Untuk itulah, karyawan perlu memahami Misi, Visi, Values dan Meaning of Work, agar ia dapat bekerja sepenuh hati, merasa bahagia dalam bekerja, dan dapat menahan beban emosional dan beban pekerjaan seberat apapun. Karena tanggung jawab seseorang berbeda-beda. Hal ini menjadi sangat penting. Seorang karyawan bisa saja harus dikirim untuk bekerja ke wilayah rawan. Atau seorang direksi harus melakukan upaya yang drastis. Perubahan yang terus berjalan membuat berbagai hal menjadi mungkin.

Cara untuk memastikan perusahaan terus berjalan adalah dengan memastikan dewan eksekutif dan para karyawan memahami MVVM dengan sepenuh hati agar mereka bisa bekerja dengan tulus ikhlas karena mengerti akan itikad baik organisasi yang tercermin dalam misi, dan memiliki cita-cita yang sejalan, sesuai dengan visi dari perusahaan. Untuk itu karyawan pun akan mendalami values organisasi menjadi values pribadinya dalam bekerja. Mengerti akan meaning of work yang dilakukannya memiliki dampak yang baik untuk mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan kemanusiaan ke depannya, termasuk di dalamnya kemakmuran dirinya bersama keluarga, bila ia bekerja dengan baik.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara mengukur employee engagement di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki tools assessment yang diperlukan. Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke 0821-2487-0050 (Donna).

 

irna azzadina, act consulting, employee engagement, corporate assessment, assessment center,

by Irna Azzadina, S.E., S.Psi., M.S.M, Corporate Assessment Expert at ACT Consulting

Kelebihan Digital Training

By Article No Comments

Sejak mulai dikembangkan di era revolusi industri 4.0, banyak sekali kelebihan digital training dibanding training konvensional.  Dalam sebuah jurnal tentang analisa persepsi terhadap online learning versus training konvensional dikemukakan bahwa globalisasi dan teknologi meningkatkan pandangan kita mengenai apa yang bisa ditawarkan dalam pendidikan. Bahwa teknologi telah melahirkan banyak jalur untuk kita bisa belajar;

“Globalization and technology are altering our views on education and educational offerings. Technology has given birth to many new avenues for learning”.

Dominique Abrioux (2004), Rektor dari Athabasca University, menyampaikan poin yang berharga, dalam buku yang berjudul “Theory and Practice of Online Learning”. Bahwa salah satu keuntungan utama dari konten training yang disajikan secara digital adalah adanya kemudahan untuk melakukan adaptasi dan kostumisasi konten dan materi. Fleksibilitas yang diberikan dalam digital training pun amat menguntungkan dalam praktek pembelajaran manusia berusia dewasa, dalam hal ini untuk training korporat atau pembelajaran  jarak jauh lainnya seperti dengan e-movie, e-learning, online quiz, dan lain-lain.

Digital training membuat waktu dan tempat pelaksanaan training menjadi fleksibel. Training dapat diikuti dari mana saja. Waktunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta. Tema training yang ingin diikuti pun sangat beragam.  Karyawan tinggal mencari tempat yang menyediakan internet. Lalu mereka dapat mengakses training dari smartphone atau dari laptop.

Ujian online yang diberikan pun dapat dilakukan untuk mencek sejauh mana pemahaman peserta tentang materi yang diberikan. Hasil yang diperoleh pun langsung terekam secara otomatis dan dapat dilakukan rekapitulasi hasil training dengan mudah. Absensi keikutsertaan training juga terekam dengan baik. Karyawan yang memiliki banyak waktu untuk mengikuti digital training dan mendapatkan nilai tinggi pun dapat diajukan untuk promosi bila telah memenuhi persentase kompetensi tertentu.

Digital training ini dilakukan oleh banyak perusahaan di Indonesia. ACT Consulting telah memandu pelaksanaan digital training untuk ribuan sales dari Auto2000 dalam program Singa Auto2000.  Adira Finance yang memiliki puluhan ribu pegawai pun telah melakukan digital training lewat e-movie yang dipandu oleh digital learning sharing session.

Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia selalu menjaga performa karyawannya dengan menyediakan digital training yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Bagaimana dengan perusahaan anda? Salam transformasi digital dari ACT Consulting.

peran agent of change, act consulting, andi basuni

Peran Agent of Change dalam pembentukan Good Corporate Culture (GCC)

By Article No Comments

peran agent of change

Kita lanjutkan lagi pembahasan kita tentang apa itu budaya. Mengapa kami dari ACT Consulting merasa perlu untuk membahas budaya secara lebih jauh? Tentu saja karena urgensi besar yang ada di baliknya. Semoga bahasan-bahasan yang diberikan dalam beberapa tulisan ini menjadi upaya yang berarti untuk membentuk budaya yang lebih positif di masyarakat Indonesia.

 

Definisi Budaya

Menurut ahli budaya dan pemerintahan di Indonesia, Prof. Dr. Selo Soemardjan, budaya merupakan sebuah hasil karya, rasa serta cipta dari masyarakat. Hal ini berarti, semua ekspresi diri yang dilakukan dalam konteks bermasyarakat, adalah bentuk dari budaya lho.

Bahkan hal yang terlihat kecil seperti desain iklan yang makin berkembang dari hari ke hari juga adalah suatu bentuk ekspresi budaya yang diciptakan individu dan diserap oleh masyarakat.  Hal yang dianggap kecil seperti gaya lucu dalam berbicara dengan bahasa slang di media sosial yang dimaksud untuk memancing tawa dan like, juga suatu bentuk budaya lho. Dalam masyarakat Indonesia kekinian, definisi Prof Selo Soemardjan ini sepertinya pas ya?

Jauh sebelum sosial media ada, pendiri ilmu anthropologi budaya dari Inggris Edward Burnett Tylor, mendefinisikan budaya sebagai suatu keseluruhan yang memiliki sifat yang kompleks. Keseluruhan yang di maksud adalah meliputi kepercayaan, adat istiadat, hukum, seni, kesusilaan, kesanggupan, bahkan semua kebiasaan yang di lakukan oleh manusia adalah salah satu bagian dari suatu masyarakat.

Ini berarti, budaya merupakan hasil dari interaksi sejumlah unsur yang berbeda di masyarakat yang membentuk suatu kebiasaan yang kemudian menjadi adat istiadat.  Pemerintahan dalam berbagai bentuknya, bertugas menciptakan tatanan sosial yang teratur. Untuk itu, dibuatlah penjaga ekspresi budaya yang berupa sistem yang memagari perilaku individu. Agar tidak bertindak keluar batasan, dengan menciptakan hukum dan undang-undang. Hukum dan undang-undang inilah yang kemudian menjaga sistem kesusilaan di dalam masyarakat, agar kita dapat bekerja dan hidup dengan aman, tenang dan nyaman.

 

Perlunya Good Corporate Culture (GCC) 

Budaya yang ada dalam suatu masyarakat, ada yang positif dan negatif. Dalam konteks perusahaan, budaya yang positif akan meningkatkan performa dan kinerja. Sementara, budaya yang negatif, akan menghasilkan dampak yang negatif bagi kinerja dan performa organisasi. Sementara, berbeda dengan masyarakat, perusahaan adalah suatu sistem ekonomi yang membutuhkan semua bagian yang ada di dalamnya tetap sehat dan baik.

Budaya yang baik diperlukan agar perusahaan bisa menghasilkan income yang baik untuk keseluruhan organisasi dan kelangsungan keluarga dari para karyawan di dalam organisasi, dan memberikan keuntungan pada masyarakat. Sistem ekonomi dari kumpulan sejumlah perusahaan inilah yang kemudian menggerakkan roda perekonomian di suatu negara. Untuk itu, pemerintah memiliki concern  yang besar terhadap baik tidaknya organisasi di dalam sebuah perusahaan dengan menggulirkan program seperti good corporate governance (gcg) dan good corporate culture (gcc), melalui Kamar Dagang dan Industri (KADIN).

Dalam konteks transformasi budaya perusahaan, perubahan budaya dilakukan dengan merubah values lama menjadi values baru yang ideal. Dari current values ke desired values. Penanaman values ini dilakukan agar ekspresi budaya ini terbentuk menjadi sebuah budaya baru. Selain juga dilakukan perubahan secara sistemik melalui perubahan peraturan perusahaan dan rekayasa organisasi.

 

Peran Agent of Change dalam Transformasi Budaya

Pembentukan budaya baru juga dilakukan dengan melibatkan peran aktif dari para Agent of Change (AoC). Dalam hal ini, ada 4 peran yang dilakukan oleh para Agent of Change, sesuai dengan peran utama mereka untuk melakukan akulturasi values baru untuk membentuk good corporate culture (GCC) atau desired culture di dalam perusahaan, yaitu;

  1. Sebagai Obat; Nilai-nilai yang telah dikuasai oleh Agent of Change akan tersebar secara adaptif dalam pekerjaan dan interaksi antar karyawan di lingkungan perusahaan, untuk menjadi penyembuh dari budaya sebelumnya yang ingin diubah.
  2. Sebagai Vitamin; Nilai-nilai yang dikuasai oleh Agent of Change akan membangkitkan energi baru di dalam dirinya secara internal, untuk menjadi panutan bagi kawan-kawannya dalam bekerja. Yang setelah berjalan selama sekian bulan hingga sekian tahun, akan membuat para karyawan lain memiliki daya tahan terhadap budaya lama yang sebelumnya dikeluhkan, menjadi budaya baru yang diharapkan.
  3. Sebagai Katalis. Nilai-nilai yang telah didalami oleh para Agent of Change ini kemudian akan menjadi shared values atau nilai bersama sebagai sebuah organisasi sistemik yang mampu menghasilkan daya kerja dan performa kerja yang bersifat eksponensial, sebagai hasil dari akselerasi yang terjadi sebagai hasil transformasi budaya.
  4. Sebagai Pelumas. Agent of Change akan menghaluskan proses masuknya nilai-nilai ideal untuk membentuk budaya baru, dengan meminimalisir konflik dan mencegah terjadinya gegar budaya diantara karyawan dan manajemen. Hal ini penting untuk mengurangi resistensi organisasi terhadap proses transformasi budaya yang tengah berlangsung.

 

By Andi Basuni, Corporate Strategic Expert dari ACT Consulting

andi basuni, peran agent of change, act consulting

Perusahaan di Era Digital

Transformasi Organisasi dan Perusahaan di Era Digital

By Article No Comments

Perusahaan di Era Digital

 

“Bila perubahan lingkungan eksternal bergerak lebih cepat dibanding transformasi yang dilakukan di dalam organisasi, maka akhir untuk organisasi tersebut sudah dekat”. Demikian disampaikan oleh Gale dan Aarons (2017), mereka adalah konsultan untuk transformasi digital di Google dan Microsoft.  Ya, era ekonomi informasi yang sekarang berjalan, telah memaksa berbagai institusi di seluruh dunia untuk melakukan transformasi digital. Namun, sudahkah kita melakukan transformasi yang tepat?

Sejumlah perusahaan besar dunia, salah kaprah dalam memahami apa yang ada di balik era ekonomi digital ini. Dilakukan perubahan dalam perangkat kerja, hardware dan software, bahkan memasang perangkat artificial intelligence untuk menganalisa keadaan perusahaan dan bisnisnya,  namun luput dalam melakukan upgrade pada unsur utama yang ada dalam perusahaan : Manusianya.

Di dalam era industri 4.0, dimana trilyunan informasi lahir setiap detiknya, kita perlu memahami bahwa terjadi perubahan demand secara demografi sebagai akibatnya. Dengan sedikit upaya dan biaya, kini digital marketing dapat meraih ratusan orang hingga puluhan juta orang dengan biaya promosi yang jauh lebih murah. Bila perusahaan dapat memahami ini, dan dapat melakukan perubahan strategi dengan penyesuaian terhadap demand demografis ini, maka hasil yang bersifat eksponensial dapat dicapai.

 

Perusahaan di Era Ekonomi Digital

Di era ekonomi digital ini, eksekutif dalam perusahaan memiliki akses terhadap riset dan informasi di ujung jari. Tidak lagi memerlukan waktu bulanan untuk mendapatkan analisa terkini. Sejumlah platform riset pemasaran bisa menghadirkan informasi yang dibutuhkan hanya dalam beberapa menit saja. Bahkan beberapa diantaranya gratis. Namun apakah manusianya, eksekutifnya, di perusahaan Anda telah memiliki komponen mental drivers yang dibutuhkan?

Ekonomi digital menjadi besar karena informasi tersebar secara cepat. Untuk itu eksekutif dalam perusahaan perlu terus update dengan informasi terbaru, dari sumber yang terpercaya. Mereka pun perlu melakukan self leverage. Secara mental, informasi, dan taktikal. Kemampuan untuk melakukan peningkatan daya ungkit (leverage) aset manusia di dalam organisasi inilah yang seringkali tertinggal untuk dilakukan.

Apa saja yang menjadi masalah? Banyak eksekutif belum beranjak dari silo mentality, salah satunya. Silo mentality adalah kebiasaan untuk menyimpan informasi berharga hanya di bagiannya saja. Dalam transformasi digital di dalam perusahaan, informasi yang bergerak di internal pun harus menyamai cepatnya dan derasnya informasi yang bergerak diluar organisasi. Tak bisa lagi sebuah informasi dikuasai oleh satu bagian. Sama seperti shared economy, shared information adalah salah satu mekanisme yang harus digerakkan agar organisasi bisa berjalan stabil dan semua eksekutif mendapatkan informasi yang koheren.

Sejumlah improvisasi bisnis yang dilakukan secara digital seperti realtime costumer feedback, sales dan marketing improvement, perhitungan dan analisa retensi konsumen, platform komunikasi internal, dan lain sebagainya ini, sering dianggap sebagai transformasi digital, padahal bukan. Ia hanya sekedar improvisasi sistem informasi bagi bisnis anda.

Bagaimana perusahaan bisa memberikan pengalaman berbisnis yang bersifat unggul, terkostumisasi, dan terpersonalisasi, adalah salah satu hasil dari informasi yang didapat dari improvisasi sistem bisnis yang diterangkan diatas. Itulah yang akhirnya akan mendorong peningkatan sales dan memberikan hasil pada perusahaan.

 

Itulah yang menjadi hasil dari transformasi digital yang anda akan lakukan di perusahaan. Kemampuan untuk memanej respon yang terpersonalisasi bagi konsumen adalah hal utama yang dapat dihasilkan dari mahalnya instalasi sistem informasi digital yang anda lakukan. Bila ini belum ada dalam mindset anda sebagai eksekutif, dan masih beranggapan cara respon anda tidak perlu dirubah, dan cara respon perusahaan tidak perlu ditingkatkan, maka keseluruhan transformasi digital tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa bagi bisnis dan organisasi anda.

Namun itu pun bukan semuanya. Tanpa adanya culture road map untuk menuju pencapaian sukses sesuai visi misi dan target organisasi, perubahan seperti apapun menjadi tanpa makna.  Tanpa adanya value creation atau penciptaan makna bagi bisnis anda, masyarakat dan khalayak pun tidak akan menganggap organisasi anda pantas ada. Tentukan ini dulu, barulah perusahaan anda dapat dirasakan penting bagi masyarakat. Ciptakan formula digital DNA dalam organisasi sesuai aspirasi yang diinginkan perusahaan.

Kecepatan perubahan, terciptanya makna, dan meningkatnya jumlah insight yang didapatkan, akan meningkatkan kemampuan perusahaan anda dalam melakukan disrupsi pasar dan menciptakan model ekonomi bagi organisasi anda agar mampu lestari, sustainable, tahan akan perubahan zaman dan dinamika pasar yang terus membadai. Organisasi harus terus melakukan inovasi dan progresif dalam mengetahui kemampuan konsumen dengan lebih mendengar, melihat respon dan keinginan mereka secara interaktif untuk dapat menciptakan desain produk yang sesuai dan menghantarkannya pada konsumen sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

dwitya agustina, corporate culture consultant, spiritual leadership, training esq, act consulting, transformasi budaya, good corporate culture

Urgensi Spiritual Leadership

By Article No Comments

spiritual leadership, act consulting, transformasi budaya, managing change, rekayasa organisasi, training esq, ary ginanjar agustian

Sebuah kisah nyata di bawah ini menunjukkan urgensi spiritual leadership di perusahaan. Di tahun 2009, sebuah anak perusahaan multi nasional merasa tengah di ujung tanduk. Sejumlah eksekutif perusahaan tersebut mendiskusikan angka-angka penjualan yang terus merosot drastis. Padahal, berbagai terobosan marketing sudah dilakukan. Hingga akhirnya para eksekutif memutuskan untuk menutup perusahaannya di negara ini.

Namun mereka merasa bahwa akan sulit bagi karyawan agar bisa menerima situasi perusahaan. Untuk itu mereka meminta bantuan sebuah lembaga training yang terkenal dengan pengembangan spiritualitas di dunia bisnis, untuk memberikan pencerahan. Program training diberikan dalam beberapa batch dalam kurun waktu yang berdekatan.

Setelah training spiritual leadership dan meaning of work yang diberikan tersebut berjalan beberapa bulan, ternyata terjadi peningkatan performa kerja dalam banyak divisi. Bahkan, peningkatan ini kemudian mengubah situasi penjualan secara positif. Hal ini tercermin dari naiknya angka penjualan yang cukup tinggi.

Para pemimpin dan karyawan perusahaan alat berat itu pun terlihat berbeda dari sebelumnya. Mereka kini memiliki sikap yang lebih lembut dan menjunjung tinggi kejujuran.  Sebuah hasil yang sama sekali tidak disangka-sangka ini, membuat principal di negara asal perusahaan tersebut, bangga.  Bahkan, perusahaan yang hampir ditutup itu kemudian berkembang pesat luar biasa, dan menjadi pemimpin pasar dalam bidang tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun, perusahaan tersebut berhasil mengejar ketinggalannya. Bahkan menjadi pemenang dalam kompetisi penjualan berbagai kendaraan alat berat.

Padahal, semula perusahaan  hanya ingin menjadikan training spiritual tersebut sebagai metode perpisahan yang damai dengan karyawan.  Namun yang terjadi, justru karyawan merasa menemukan makna hidup dan ingin bekerja sebaik-baiknya dalam situasi yang semula pailit tersebut. Apakah yang diterapkan di perusahaan tersebut, dan bagaimana itu dapat mengubah keadaan suatu organisasi?

Professor Louis W. (Jody) Fry, PhD yang mengajar di University of Texas, telah melakukan banyak penelitian mengenai Spiritual Leadership. Teori-teori yang dikemukakannya, banyak dikutip oleh para peminat cabang ilmu kepemimpinan yang mengutamakan makna dan nilai dalam hidup ini. Teori ini bahkan telah diterapkan di banyak perusahaan dan pemerintahan di Amerika. Diantaranya dikembangkan dalam pemerintahan di kota Texas, Amerika Serikat.

Menurut Fry (2017), teori spiritual leadership dikembangkan di dalam model motivasi intrinsik yang di dalamnya terdapat hal-hal seperti visi, harapan, keimanan, dan cinta sesama. Di dalamnya juga ada spiritualitas di dunia kerja dan daya tahan spiritual dalam hidup (spiritual survival) melalui panggilan hidup dan ketaatan dalam suatu kelompok agama.

Fry (2017) juga menyampaikan sejumlah hal yang didapatkan organisasi dari penerapan spiritual leadership ini yaitu;

  • adanya sustainabilitas atau keberlangsungan organisasi
  • menciptakan visi dan nilai yang kongruen dalam diri seorang individu.
  • Tim kerja pun menjadi lebih berdaya (empowered).
  • meningkatkan level komitmen terhadap organisasi dan bahkan meningkatkan produktivitas.

Keuntungan pengembangan Spiritual Leadership pada performa kerja

Bidang penimbangan kinerja di dalam suatu organisasi telah menetapkan adanya kebutuhan untuk melaporkan sejumlah metrik finansial dan prediktor non finansial seperti kepuasan pelanggan, hasil kinerja organisasi yang berkualitas, dan terpenuhinya berbagai target serta tujuan. Untuk membuktikan ini, dilakukan pengukuran proses  operasional internal. Selain juga mengukur komitmen karyawan dan pengembangan karyawan.

Spiritualitas di tempat kerja berhubungan erat dengan spiritual leadership. Bahkan, spiritual leadership-lah yang menjadi pendorong munculnya komitmen organisasi dan produktivitas, yang sifatnya esensial untuk mengoptimalkan performa organisasi.

Di tempat kerja yang mendukung pengembangan spiritualitas karyawan melalui para pemimpin yang menerapkan spiritual leadership, setiap orang memiliki hak untuk mengejar dan memenuhi tujuan yang berarti yang dapat membuatnya menemukan makna dalam suatu komunitas yang penuh rasa kekeluargaan. Spiritualitas di tempat kerja ini memastikan bahwa sustainabilitas atau umur panjang dari organisasi bisa tercapai, dan organisasi terus survive dengan dikembangkannya generasi penerus.  (Lazlo, C. & Brown, J., 2014, dalam Fry, 2017)

Dalam kondisi seperti apapun, penutupan perusahaan dapat menimbulkan dampak yang besar. PHK massal dapat memicu berbagai aksi yang menggambarkan keprihatinan pekerja akan hidup mereka. Karyawan khawatir akan bagaimana mereka dapat memperoleh pendapatan rutin tiap bulan, suatu kondisi menyedihkan yang semula dijamin oleh perusahaan.  Bersyukur, para pimpinan perusahaan mengambil satu solusi yang baik dan bijak. Solusi yang berupa pengembangan spiritualitas dalam kepemimpinan dan dalam bekerja.

Bagaimana dengan perusahaan Anda? Apakah harus menunggu keadaan hampir pailit, baru akan mengembangkan spiritualitas di lingkungan kerja anda? Semakin cepat solusi pengembangan spiritualitas dalam kepemimpinan dan dalam pekerjaan sehari-hari dilakukan, akan semakin baik kinerja perusahaan Anda.

Untuk mendapatkan panduan cara menerapkan Spiritual Leadership di perusahaan Anda, hubungi 0818-213-165 (Donna) atau kirim email ke; info@actconsulting.co

keseimbangan manusia dan mesin, transformasi digital, act consulting

Menemukan Keseimbangan Manusia dan Mesin dalam Transformasi Digital (1)

By Article No Comments

keseimbangan manusia dan mesin, transformasi digital, act consulting

Tujuan dari dibuatnya berbagai kemajuan di bidang teknologi, terutama di bidang artificial intelligence adalah untuk membuat hidup manusia menjadi lebih nyaman, mudah dan cepat. Itulah mengapa google kemudian menciptakan sistem artificial intelligence melalui penciptaan mobil yang dapat mengemudi sendiri (self driving car). Teknologi ini terbukti dapat menekan angka kecelakaan yang disebabkan oleh kelelahan dan mengantuk saat mengemudi.

 

Di berbagai belahan dunia, Artificial Intelligence telah dikembangkan dan diterapkan. Namun di dunia industri, merumuskan kebijakan tentang penggunaan artificial intelligence sendiri tidaklah semata tentang menginstall software baru yang diganti setiap dua tahun sekali untuk mencegah hacker memasuki sistem informasi di perusahaan anda. Bahkan, di dunia pemrograman komputer sendiri telah muncul istilah Artificial Stupidity, yang menggambarkan bagaimana bila suatu sistem Artificial Inteligence didesain secara tidak tepat, maka hanya akan menghasilkan suatu kebodohan yang terprogram.

 

Prof Mary ‘Missy’ Cummins, Profesor di Duke University yang memimpin laboratorium Human and Automation Engineering, merumuskan 10 tingkat LOA (Level of Automation) untuk menentukan sejauh mana peran yang diberikan pada komputer dan manusia yang mengeksekusinya. Dari mulai peran level 1 dimana komputer tidak dapat menawarkan bantuan, hingga menawarkan sejumlah alternatif tindakan. Level of Automation ini dapat meningkat terus hingga sampai ke level 10 dimana komputer yang menentukan semua dan bertindak secara autonomus, sampai tidak mengacuhkan manusia yang menanganinya.

 

Pada dasarnya, setting level otomasi yang ditentukan secara tepat, akan membuat pekerjaan yang berlangsung secara berulang, lama, dan melelahkan yang biasa dilakukan mesin pabrik misalnya, menjadi ringan dan tidak memerlukan perhatian penuh. Ini membuat manusia yang menanganinya dapat melakukan banyak pekerjaan yang lebih membutuhkan fleksibilitas, kreativitas, kepemimpinan dan kebijaksanaan khas milik manusia semata.

 

Namun yang banyak ditakutkan oleh para penulis sains fiksi adalah otomasi level 10, dimana komputer melakukan semua tanpa butuh otorisasi dari manusia. Sebenarnya hal ini bisa dihindari dengan perancangan pemrograman yang ajeg di awal, saat semua rancangan mesin dan rancangan sistem otomasi yang terkomputerisasi ini dibuat. Karena itulah rancangan otomasi sistem seperti ini membutuhkan penyelia dengan tingkat pengalaman yang tinggi dan kemampuan perumusan kebijaksanaan yang mumpuni.

 

Bahkan, semua eksekutif level C harus turut urun rembuk untuk memastikan rancangan ini telah memenuhi semua persyaratan. Para eksekutif ini juga dapat menetapkan tingkat otomasi yang rendah, agar sistem kendali tetap ada pada manusia yang menanganinya, dan bukan pada sistem komputer yang baru dirancang. Hal ini seperti memprogram sendiri bayi anda dan melahirkannya sesuai waktu yang dibutuhkan.

 

Proses perancangan system otomasi ini membutuhkan waktu hingga semua perencanaan matang.  Tidak bisa secepat kilat, karena ada perhitungan yang harus super teliti di belakangnya. Bagaimanapun, seperti semua sistem pemrograman, semua proses masih akan membutuhkan error correction, penanganan bugs, dan perbaikan serta update sistem ke depannya. Tidak mungkin ada satu sistem yang sama sekali sempurna dibuat sekali jadi dan langsung berfungsi tanpa error untuk kali pertama. Sistem AI tercanggih sekalipun harus dibuat untuk terbuka terhadap perbaikan dan harus memungkinkan dilakukannya override system oleh manusia yang menanganinya.

 

menemukan keseimbangan manusia dan mesin, transformasi digital, act consulting

Menemukan Keseimbangan Manusia dan Mesin dalam Transformasi Digital (2)

By Article No Comments

menemukan keseimbangan manusia dan mesin, transformasi digital, act consulting

Apakah Manusia akan sepenuhnya digantikan oleh Mesin?

Menurut Roman Stanek, Founder & CEO dari GoodData-sebuah perusahaan business intelligence dan big data analytics software, ada 3 skill yang tak mungkin digantikan oleh mesin, yaitu: Komunikasi, Kreativitas dan Fleksibilitas. Sementara Yancey-Siegel, Produser-penulis dan program manager dari GoodJourney menambahkan skill Empati, Penilaian, Perencanaan, Kelenturan Fisik, dan Manajemen Teknologi. Sementara penulis menambahkan skill lain yang tidak bisa diberikan oleh mesin adalah Kepemimpinan (Leadership) dan memberikan Kebahagiaan (Happiness).

 

Apakah kelemahan Artificial Intelligence (AI) dalam otomasi produksi?

Prof Missy Cummins menjelaskan bahwa walaupun artificial intelligence yang dimiliki oleh komputer berguna untuk memproses segala jenis informasi, namun tetap tidak dapat mengalahkan kemapuan berpikir manusia.  Contohnya, komputer makin kesulitan bila harus menghadapi kondisi yang tidak dapat diprediksi, dan berjalan hampir berhenti bila ditaruh dalam keadaan yang serba tidak pasti.

 

Sistem Artificial Intelligence (AI) pada komputer akan kesulitan menghadapi situasi yang membutuhkan skill yang rumit, peraturan yang rumit dan overlap. Komputer juga makin tidak tepat dalam mengambil keputusan saat dibutuhkan informasi yang menyangkut bidang pengetahuan luas yang belum diinput ke dalam datanya. Komputer hanya bisa beroperasi berdasarkan basis data yang ia miliki. Disinilah nilai keahlian manusia (expertise) masih sangat dibutuhkan untuk bisa memimpin (leading) dan menentukan pengambilan keputusan walau telah ada perangkat AI pada komputer sehandal apapun.

 

Diagram di bawah ini dapat membantu anda untuk mengenali perbedaan karakteristik manusia dan komputer.

 

Kita bisa melihat bahwa dalam segi kecepatan, konsistensi dan kekuatan, komputer dan mesin dengan AI telah dibuat untuk bisa mengatasi kelemahan manusia. Namun dalam segi pemrosesan informasi, penggunaan strategi, penerapan prinsip, serta pengolahan memori dan penalaran, manusia jauh lebih baik. Manusia pun lebih baik dan lebih ahli dalam hal-hal yang menyangkut kepekaan dan kemampuan mempersepsi. Hal ini karena manusia memiliki pengetahuan yang berdasarkan dari pengalaman. Manusia juga memiliki keahlian untuk melakukan pertimbangan dan dapat melakukan penyesuaian diri untuk menghadapi beragam kondisi yang berbeda. Berbeda dengan komputer yang kemampuannya tergantung dengan basis data dimana sistemnya beroperasi, manusia dalam level expert yang handal dan mampu menangani masalah kompleks dalam jangkauan penilaian yang luas.

 

SDM yang unggul, corporate culture, strategi bisnis, strategi sdm, konsultan budaya kerja, konsultan manajemen, artificial intelligence, keunggulan manusia dibanding ai

3 Keunggulan SDM yang Tidak dimiliki oleh Artificial Intelligence

By Article No Comments

SDM yang unggul

Sebenarnya, manusia tidak perlu merasa terancam dengan keberadaan AI. Sedikitnya ada 3 hal dimana sdm lebih unggul dibanding artificial intelligence.  Artificial intelligence (AI) adalah salah satu tema yang dirasakan cukup memusingkan. Bahkan para teknokrat dunia pun bersitegang untuk masalah ini. Elon Musk, pemilik Paypal dan sejumlah bisnis teknologi lainnya, menyatakan AI sebagai sebuah ancaman. Sementara, pemilik facebook, Mark Zuckerberg, mengatakan bahwa AI membuka berbagai kemungkinan kemajuan yang tak terbatas.

Lepas dari masalah perbedaan pendapat antara dua ahli IT tingkat dunia tersebut, bagaimana dengan pendapat anda sendiri sebagai karyawan. Apakah anda termasuk dari sebagian orang yang merasa terancam dengan keberadaan AI? Atau mungkin justru pekerjaan anda membutuhkan teknologi terkini dari AI untuk membuat perusahaan anda dapat meraih keuntungan lebih besar?

Namun sebenarnya, manusia tidak perlu merasa terancam dengan keberadaan AI. Karena banyak sekali kualitas khas manusia yang tidak dimiliki oleh mesin. 3 keunggulan ini diantaranya; Passion, Creativity dan Collaboration.

Ketiganya  merupakan faktor manusiawi yang menghasilkan kebahagiaan dalam bekerja dan membuat seseorang memiliki komitmen kerja yang tinggi (engage) di perusahaan tempatnya berkiprah. Hal ini sejalan dengan temuan riset yang dipublikasikan pada Konferensi pada tahun 2016 di Finlandia. Di konvensi internasional itu membahas tentang Leading Passion ; Motivation and Work in Post Industrial Era.  Publikasi ini menunjukkan sejumlah metode yang membuat Finlandia menjadi tempat bekerja dengan tingkat kebahagiaan tertinggi di dunia.

Anne Eskola dan Liinamaaria Hakola (2016) dalam bagian dari publikasi  Leading Passion diatas, membahas tentang bagaimana pekerjaan sehari-hari dilakukan di perusahaan terbaik di dunia. Mereka berdua menemukan keunggulan budaya dan cara kerja di perusahaan pemenang berbagai penghargaan. Keunggulan tersebut terletak pada pembelajaran terus menerus dan pembaharuan (sebagai hasil dari kreativitas). Selain itu, perusahaan-perusahaan terbaik ini memiliki orientasi pada konsumen, dan pengembangan kolaboratif. Bahkan dalam kurikulum dari salah satu sekolah terbaik di Finlandia, Haaga Helia, menegaskan kemampuan Kolaborasi adalah salah satu dari 6 kompetensi profesional yang harus dikembangkan.

Sejalan dengan program yang dijalankan oleh pemerintah Finlandia diatas, ada seorang ahli psikologi perilaku yang mendukung hal ini secara teoritis yaitu Paul Dolan. Ia adalah professor dalam bidang ilmu perilaku di Department of Psychological and Behavioural Science di London School of Economics and Political Science.   Ia  telah memperkenalkan prinsip bahwa adanya tujuan akan mendatangkan kebahagiaan, dalam bukunya yang berjudul “Happiness by Design” (2014).  Dalam buku itu ia mengutarakan bahwa agar seseorang bisa benar-benar bahagia, ia harus merasakan bukan hanya kepuasan, namun juga menemukan tujuan hidupnya. Untuk menentukan tujuan hidup diperlukan unsur spiritualitas, agar membuat tujuan bekerja menjadi berharga dan penuh makna.

Oleh: DR Teuku Noerman, member of Board of Expert ACT Consulting

TEUKU NOERMAN_20

Open chat
1
Hubungi Kami
Scan the code
ACT Consulting International
Halo,
Ada yang bisa kami bantu?