Skip to main content
Category

Article

entropi budaya, act consulting

Apa Itu Entropi Budaya?

By Article No Comments

entropi budaya, act consulting

Tahun 2005 Negeri Bhutan menjadi sorotan dunia. Sebuah survey menyatakan bahwa 97 persen rakyat negara tersebut merasa diri mereka berbahagia, dengan 45 persen di antaranya merasa ‘sangat’ berbahagia. Sedangkan berdasarkan Peta Kebahagiaan Dunia yang dilansir pada    Juli 2006 oleh Universitas Leicester (Inggris),       kebahagiaan rakyat Bhutan secara global berada pada peringkat 8 tertinggi. Pendapatan perkapita hanya US$ 1.400, namun peringkatnya 9 level lebih tinggi dibandingkan dengan AS yang memiliki pendapatan perkapita US$ 41.800. Hal ini membuat tingkat kepuasan penduduk Bhutan berada dalam kelompok 10 persen tertinggi di dunia berdasarkan Happy Planet Index.

Di sisi lain, sebuah lembaga riset, Barrett Values Centre membuat peta nilai-nilai individu pada beberapa negara. Pada Agustus 2008, penelitian dilakukan di Iceland (Islandia), yang menunjukkan entropi (derajat ketidakteraturan) budaya di Iceland sangat tinggi lebih dari 54%. Ternyata sebulan kemudian Iceland mengalami kebangkrutan ekonomi. Pada Agustus 2007, dilakukan penelitian pada rakyat Latvia, entropi budayanya juga mencapai 54%. Dua bulan kemudian terjadi huru­-hara dan pemerintahan Latvia pun jatuh.

entropi budaya, act consulting

Yang dimaksud budaya dalam hal ini bukanlah kesenian, akan tetapi kumpulan karakter sebuah organisasi atau bangsa. Lalu apa yang dimaksud entropi? Dalam ilmu fisika diketahui bahwa jumlah energi yang dihasilkan sebuah mesin adalah sama dengan jumlah energi yang dimasukkan ke dalamnya. Namun jika ada kerusakan komponen mesin, maka sebagian energi akan digunakan untuk mengatasi kerusakan tersebut. Energi tersebut dinamakan entropi.

Contohnya pada kendaraan, sebuah mobil dengan 1 liter bensin dapat menempuh jarak 10 km. Namun ketika beberapa komponen rusak seperti aus, pengkaratan, atau sumbatan, maka dengan 1 liter bensin itu, mobil tersebut hanya mampu menempuh 5 km. Setengah dari energi yang seharusnya digunakan untuk menempuh 5 km lagi dipakai untuk mengatasi kerusakan sistem. Dengan kata lain entropi mobil itu menjadi 50%.

Ternyata bahwa hal ini juga berlaku pada organisasi. Jumlah energi yang dihasilkan organisasi sama dengan jumlah energi yang dimasukkan. Ketika gangguan dalam organisasi meningkat misalnya karena: birokrasi, hirarki, kompetisi internal, ketidakjujuran, saling menyalahkan, dan lain­lain, maka energi karyawan untuk melakukan pekerjaan harus meningkat. Energi tambahan ini disebut “entropi budaya”. Padahal energi yang digunakan dalam mengatasi entropi budaya adalah energi yang seharusnya untuk menghasilkan.

Dalam lingkup korporasi, besarnya energi karyawan yang dapat berkontribusi pada perusahaan akan bergantung pada tinggi rendahnya entropi budaya. Ketika entropi rendah, energi yang tersedia untuk melakukan pekerjaan produktif menjadi tinggi sehingga performance perusahaan menjadi tertinggi. Sebaliknya, ketika entropi budaya tinggi, energi yang tersedia untuk melakukan pekerjaan menjadi rendah, sehingga kinerja organisasi pun rendah.

Entropi budaya dalam organisasi atau perusahaan terdiri dari tiga unsur:

  • Faktor-faktor yang memperlambat organisasi dan mencegah pengambilan keputusan yang cepat: birokrasi, hirarki, kebingungan, pertengkaran dan kekakuan.
  • Faktor-faktor yang menyebabkan gesekan antara karyawan: persaingan internal, menyalahkan, intimidasi, manipulasi.
  • Faktor-faktor yang mencegah karyawan dari kerja secara efektif: kontrol, kehati­hatian, mikro manajemen, fokus jangka pendek, teritorialisme.

entropi budaya, act consulting

Tabel berikut menunjukkan rentang entropi dan risiko yang dihadapinya:

10% or less Prime: Sehat

11% – 19% Minor Issues: Membutuhkan adjustment kultural dan struktural

20% – 29% Significant Issues: Membutuhkan transformasi kultural dan struktural dan leadership coaching

30% – 39% Serious Issues: Membutuhkan transformasi kultural dan struktural dan leadership coaching/ mentoring, dan pengembangan leadership

40 – 49% Critical Issues: Membutuhkan transformasi kultural dan struktural, perubahan dalam leadership, leadership mentoring/coaching, dan pengembangan leadership

More than 50% Cultural Crisis: untuk korporasi, risiko tinggi berupa kebangkrutan atau take over

Sumber: Barrett Values Centre

 

Pada tahun 2011 Lembaga riset Barrett Values Centre telah memberikan sertifikasi resmi kepada ESQ untuk melakukan pengukaran entropi budaya organisasi ataupun negara.

Selama ini Barrett  Values  Centre telah mengukur lebih dari 2.000 organisasi. Banyak di antara organisasi tersebut, yang saat dilakukan riset entropi budayanya ada pada batas maksimum dengan kisaran ledakan kebangkrutan atau pengambilalihan aset perusahaan.

Di Indonesia istilah entropi budaya belum begitu dikenal secara luas, padahal itulah yang sedang banyak terjadi di sini. Di tengah krisis mental dan moral bangsa ini, bisa dibayangkan berapa persen entropi bangsa Indonesia dan bisa diperkirakan berapa besar kerugian bangsa dan berbagai perusahaan akibat entropi budaya.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara mengukur budaya perusahaan dan mengetahui berbagai hal seperti entropi budaya, values penghambat, gambaran keinginan karyawan, dan sebagainya hingga dapat mengakselerasi perubahan yang kompetitif di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan. Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke 0821-2487-0050 (Donna).

mengapa gagal membangun budaya perusahaan, act consulting

Mengapa Bisa Gagal Membangun Budaya Perusahaan?

By Article No Comments

mengapa gagal membangun budaya perusahaan, act consulting

Peristiwa The Global Financial Crisis (GFC) yang  terjadi   beberapa tahun lalu menimbulkan banyak perubahan dalam peta bisnis dunia. Kebangkrutan sebuah bank investasi terbesar keempat AS September 2008 dituding sebagai pemicu penyebab kegoncangan finansial global tersebut. Hal itu kemudian seolah membuka mata dunia bahwa beberapa perusahaan terbesar itu ternyata tidak lebih dari penipu yang membohongi investor, nasabah, dan masyarakat dunia. Karena itulah pentingnya budaya perusahaan (corporate culture) yang berlandaskan etika dan moral makin dirasakan penting.

Namun saat ini  masih banyak perusahaan yang gagal membangun budaya perusahaannya. Prof Richard Barret          mengidentifikasi beberapa sebab kegagalan tersebut, pertama, perusahaan tidak mendefinisikan visi, misi, dan nilai perusahaannya. Kedua, tim manajemen telah merumuskan visi, misi, dan nilai perusahaannya namun tidak di-’share’ kepada seluruh karyawannya. Ketiga, visi, misi, dan nilai perusahaan telah dirumuskan dan disebarkan pada karyawan tapi, mereka tidak merasa memiliki visi, misi, dan nilai perusahaannya. Para karyawan tidak diberi kesempatan untuk memberi masukan atau berpartisipasi dalam proses perumusannya. Keempat, visi, misi, dan nilai perusahaan telah dirumuskan, dan ‘dimiliki’ karyawan, namun tidak terintegrasi dengan sistem, prosedur, atau praktik organisasi.

Visi, misi, dan nilai sangat pen ting dalam pembangunan budaya perusahaan. Visi menjelaskan arah dan tujuan perusahaan, misi menjelaskan apa yang akan dilakukan, sedangkan nilai menjelaskan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam menjalankan misi dan untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, Visi menyatakan alasan mengapa Anda bekerja (“why” you are doing this work) dan mau ke mana Anda, Misi menyatakan apa yang Anda kerjakan (“what” work you are doing), Values menyatakan bagaimana cara bekerja (“how” the people will work).

Banyak perusahaan yang telah merumuskan visi, misi, dan nilainya, namun gagal sehingga mengalami kebangkrutan. Hal itu disebabkan visi, misi, dan nilai hanya ada pada tataran konsep tanpa implementasi, hanya menjadi pajangan dan tidak keluar menjadi perilaku (behaviour).

Kegagalan dalam membangun visi, misi, nilai perusahaan di antaranya: Pertama, visi, misi, nilai hanya disampaikan secara intelektual sehingga hanya menjadi “knowledge”. Kedua, visi, misi, nilai tidak  dikaitkan dengan keyakinan individu. Ketiga, karyawan tidak merasakan adanya keselarasan (alignment) antara visi, misi, nilai pribadi dan perusahaan.

Oleh karena itu, visi, misi, nilai tidak cukup dirumuskan  secara intelektual (IQ) namun  harus dikomunikasikan dan ditanamkan juga secara emosional (EQ), dan spiritual (SQ).  Spiritualitas bertujuan agar visi, misi, dan value tersebut kepada belief  system (sistem keyakinan) mereka. Menurut Prof. Barrett tujuan visi dan misi: secara Fisik menyediakan struktur pekerjaan, secara Emosional memberikan makna dan rasa kebanggaan, secara Mental dasar untuk pengambilan keputusan, secara Spiritual kejelasan untuk manifestasi.

Grafik diatas menunjukkan bahwa:

1. Jika nilai dan keyakinan individu selaras (align) dengan perilaku individu, maka disebut Personal Alignment. Contoh: orang yang memiliki nilai kejujuran dan senantiasa sesuai antara hati, ucapan, dan perilakunya.

2. Jika nilai dan kepercayaan perusahaaan  selaras dengan perilaku kelompok maka disebut Structure Alignment. Contoh: perusahaan yang memiliki nilai integritas, transparan, terbuka, hal itu sejalan dengan sistem di perusahaan sehingga Good Corporate Governance pun dijalankan.

3. Jika nilai dan keyakinan individu selaras dengan nilai dan kepercayaan perusahaan dinamakan Values Alignment. Contoh: si A adalah karyawan yang jujur bekerja di perusahaan yang  menjunjung tinggi kejujuran.

4. Jika perilaku individu selaras dengan perilaku kelompok dinamakan Mission Alignment. Contoh: perusahaan yang memberikan penghargaan bukan hanya pada kinerja atau performance tapi kejujuran juga dinilai sehingga ada Key Value Indicator (KVI).

Budaya perusahaan yang positif dan kuat dapat dibentuk hanya jika nilai­nilai dan perilaku bersamaan secara struktural diintegrasikan ke dalam sistem sumber daya manusia, khususnya proses evaluasi pribadi. Proses­proses berbasis nilai evaluasi kinerja dan ‘kebijakan mempekerjakan’ sangat penting untuk mengembangkan budaya kuat dan positif.

Paparan di atas makin memperjelas pentingnya keselarasan antara visi, misi, nilai Pribadi dan Perusahaan. Hal itulah yang menentukan apakah perusahaan akan bertahan atau hancur. Menurut Peter Drucker, apabila berbicara tentang manajemen dan bisnis sesungguhnya berbicara tentang perilaku manusia.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara mengukur budaya perusahaan dan mengetahui berbagai hal seperti entropi budaya, values penghambat, gambaran keinginan karyawan, dan sebagainya hingga dapat mengakselerasi perubahan yang kompetitif di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan. Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke 0821-2487-0050 (Donna).

transformasi budaya perusahaan, act consulting

Transformasi Budaya Perusahaan, Transformasi Individu

By Article No Comments

transformasi budaya perusahaan, act consulting

Kehancuran beberapa perusahaan dunia yang diakibatkan berbagai pelanggaran moral dan etika, menyebabkan gelombang kesadaran akan pentingnya budaya perusahaan. Karena itulah sejak satu dekade lalu, disebut sebagai Era Kesadaran (Consciousness Age). Korporasi tidak bisa lagi hanya mengandalkan  kekuatan intelektual, namun mulai menyadari pentingnya modal budaya (Cultural Capital).

Tentu masih lekat dalam ingatan kita, tepat 10 tahun lalu Enron, salah satu perusahaaan energi ter besar AS, dinyatakan telah merekayasa laporan keuangan. Bukan hanya perusahaannya yang kemudian bangkrut, bahkan kehidupan beberapa petinggi Enron pun berakhir tragis. Clifford Baxter, wakil komisaris utama, bunuh diri dengan cara menembak kepala di dalam mobil di depan rumah mewahnya di Houston. Kenneth Lay, CEO Enron, meninggal terkena serang an jantung di villanya di Aspen sebelum menjalani masa hukumannya.

Hanya enam minggu setelah terkuaknya kasus Enron, perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di AS, WorldCom, menyatakan telah menggelembungkan laba 3,8 milyar dollar AS. Sang CEO, Bernard Ebbers (63), akhirnya dinyatakan bersalah atas skandal akuntansi terbesar dalam sejarah AS itu dengan 9 tuduhan. Pada September 2006, Ebbers mengemudi Mercedesnya sendiri ke penjara untuk menjalani hukuman hingga tahun 2028.

Sehari setelah WorldCom, perusahaan raksasa lain, Xerox,  juga mengumumkan akan mengoreksi laporan keuangan mereka yang melebihkan keuntungan sampai US$ 6,4 miliar dalam lima tahun terakhir. Menyusul perusahaan lain seperti ImClone System, Adelphia Communications, dan Tyco International, yang juga mengaku telah melakukan kesalahan. Tahun­tahun awal 2000­an seakan menjadi kuburan massal perusahaan besar akibat manipulasi keuangan yang mengakibatkan kepercayaan para investor berada di titik terendah.

Hal­-hal di atas yang kemudian melahirkan Era Kesadaran bahwa makin dirasakan pentingnya etika dan moralitas dalam dunia bisnis. Yang menarik, saat ini penilaian saham bukan hanya pada asset perusahaan, namun justru lebih pada budaya perusahaan. Prof. Barret mengatakan bahwa saat ini modal cultural atau intangible drivers menempati porsi 60 hingga 85%, sedangkan modal finansial atau tangible drivers hanya 45% dari nilai saham.

Pertanyaannya bagaimana cara melakukan sebuah transformasi budaya perusahaan? Prof. Richard Barrett dalam “Liberating The Corporate Soul” menyatakan “Organization do not transform. People do.” Artinya bahwa korporasi tidak dapat bertransformasi namun orang­-orang di dalamnya yang seharusnya melakukan sebuah transformasi. Dengan kata lain transformasi budaya perusahaan harus diawali dengan transformasi individu di dalamnya khususnya para pemimpinnya.

transformasi budaya perusahaan, act consulting

Yang dimaksud dengan transformasi individu adalah bagaimana mengubah value atau nilai dan behavior atau perilaku seseorang. Value menurut Barrett merefleksikan motivasi serta hal-hal yang dianggap penting oleh individu dan kelompok.

Mengapa value atau nilai pribadi individu dapat mengakibatkan transformasi perusahaan? Pada bagan berikut ini tampak bahwa value dan belief (keyakinan) individu mempengaruhi karakter dan perilaku individu. Selanjutnya karakter dan prilaku individu akan mempengaruhi value dan belief kelompok, inilah yang dinamakan budaya perusahaan.

Budaya perusahaan pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kelompok atau struktur sosial. Agar transformasi individu dalam perusahaan berjalan, maka para pemimpin atau leader harus menjadi role model dari nilai­nilai yang telah disepakati itu. Seorang leader sesungguhnya contoh hidup dan berjalan dari value itu sendiri. Akan tetapi bila sang pemimpin melanggar nilai, pemimpin tidak bisa menjadi contoh dan secara otomatis menghancurkan budaya perusahaan yang dibangunnya sendiri. Meskipun menggunakan konsultan kelas dunia yang menghabiskan milyaran rupiah, tanpa contoh pemimpin, maka nilai perusahaan akan roboh.

Untuk memperkuat nilai harus ada penyelarasan (alignment) antara: keyakinan, nilai, dan perilaku. Ibarat gunung es maka keyakinan itu berada pada lapisan bawah, di atasnya ada nilai, dan yang muncul ke permukaan adalah perilaku.

Kesalahan yang terjadi selama ini adalah leader hanya mengajarkan perilaku tanpa menanamkan nilai dan keyakinan akibatnya terjadi keterbelahan antara keyakinan, nilai, dan perilaku.

Oleh karena itu, diperlukan dimensi spiritual (SQ) untuk membangun keyakinan, yang harus selaras dengan                dimensi emosi (EQ) untuk membangun nilai, dan IQ untuk membangun KPI (Key Performance Indicator). Key Value Indicator (KVI) diperlukan untuk memantau nilai dan KPI sebagai output dari perilaku. Karena muara dari semua ini adalah performance kerja yang terukur.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara mengukur budaya perusahaan dan mengetahui berbagai hal seperti entropi budaya, values penghambat, gambaran keinginan karyawan, dan sebagainya hingga dapat mengakselerasi perubahan yang kompetitif di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan. Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke 0821-2487-0050 (Donna).

pentingnya budaya perusahaan, act consulting, ariningtyas prameswari

Pentingnya Budaya Perusahaan di Era Kini

By Article No Comments

pentingnya budaya perusahaan, act consulting, ariningtyas prameswari

Banyak perusahaan masih belum menyadari pentingnya budaya perusahaan. Padahal, perubahan dalam skala global terus terjadi, mempengaruhi berbagai aspek bisnis. Strategi manusia untuk mempertahankan hidup sekaligus meraih keuntungan (profit) pun senantiasa mengalami pergeseran. Dalam rentang dua abad terakhir, telah terjadi evolusi yang mempengaruhi wajah dunia korporasi dan bisnis.

Setidaknya ada empat periode yang dilalui manusia hingga saat ini. Pertama Era Agraris, Era Industri, Era Informasi, dan Era Kesadaran. Pada Era Agraris manusia bertumpu pada pertanian, besarnya keuntungan tergantung pada jumlah dan kekuatan sumber daya manusia yang dimiliki serta sumber daya alam yang dikuasai. Sedangkan pada Era Industri, yang menentukan kesuksesan sebuah bisnis adalah kualitas produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, Ford Motor Company yang berhasil menjadi pemimpin di industri otomotif karena kualitas mobil yang mereka produksi saat itu.

Era Informasi dimulai oleh perusahaan seperti IBM. Pada era ini keunggulan sebuah korporasi ditentukan oleh kemampuan manusia dalam menggunakan pikiran mereka khususnya dalam mengelola data dengan kecepatan tinggi atau dalam menghasilkan ide-­ide baru sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Pada era ini yang menjadi modal manusia adalah intelektual (Intellectual Capital).

Namun kemudian, sejak  tahun 2000-an kita mulai mengenal dengan apa yang disebut sebagai Era Kesadaran (Consciousness Age), korporasi tidak bisa lagi hanya mengandalkan kekuatan intelektual sumber daya manusianya dan mulai disadari pentingnya modal budaya (Cultural Capital) dalam  sebuah korporasi.

Ada perbedaan yang cukup signifikan pada masing­-masing era tersebut. Pada Era Industri yang diutamakan adalah kualitas, produktifitas, efisiensi, dan marketing masal sedangkan manajemen yang popular pada masa itu adalah Six Sigma. Pada Era Informasi yang menjadi fokus adalah pengetahuan (knowledge), pembelajaran (learning), pemberdayaan (empowerment), pertumbuhan individu (personal growth), dan kepuasan pelanggan. Sedangkan pada Consciousness Age yang diutamakan adalah nilai (value), etika (ethics), kolaborasi (collaboration) dan         Corporate Social Responsibility (CSR).

Di Era ‘Consciousness’ ini, budaya perusahaan menjadi penentu kesuksesan sebuah bisnis. Era ini dipicu oleh terjadinya peningkatan dalam berbagai hal seperti tekanan kompetisi, risiko dan ketidakpastian; juga pertumbuhan teknologi yang makin cepat. Untuk dapat bertahan, maka setiap perusahaan atau organisasi harus melakukan transformasi. Diperlukan cara berpikir, sudut pandang, dan aturan baru untuk menjawab tantangan perubahan yang ada. Selain transformasi bisnis yang di antaranya meliputi struktur dan strategi, korporasi juga harus melakukan transformasi budaya yang meliputi visi, misi dan nilai korporasi.

Mengapa transformasi budaya perusahaan penting? Telah banyak riset yang menunjukkan pentingnya budaya korporasi. Salah satu di antaranya adalah Kotter dan Heskett dalam “Corporate Culture and Performance” mengatakan bahwa korporasi dengan budaya yang kuat mampu menghasilkan revenue 4 kali lebih tinggi, memiliki kualitas tenaga kerja 7 kali lebih baik, meraih nilai saham 12 kali lebih tinggi serta keuntungan bersih lebih dari 700% jika dibandingkan korporasi dengan budaya yang lemah.

Sebaliknya, budaya perusahaan yang lemah menimbulkan kerugian.  Jim Ware dalam “Investment Leadership” mengatakan bahwa korporasi dengan budaya lemah  dalam jangka waktu tiga tahun saja mengalami penurunan nilai aset sebesar 80% dan turn over karyawan hingga 50%.

Hasil riset tersebut semakin menunjukkan pentingnya penguatan budaya perusahaan untuk memenangkan kompetisi di Era Consciousness ini. Apabila sebuah korporasi ingin berhasil, maka harus menyadari pentingnya budaya perusahaan dan segera membangun budaya perusahaan yang sesuai dengan kondisi terkini.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara mengukur budaya perusahaan dan mengetahui berbagai hal seperti entropi budaya, values penghambat, gambaran keinginan karyawan, dan sebagainya hingga dapat mengakselerasi perubahan yang kompetitif di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan. Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke 0821-2487-0050 (Donna).

strategi dasar, pengetahuan dasar corporate strategic specialist, act consulting

PENGETAHUAN DASAR CORPORATE STRATEGIC SPECIALIST

By Article No Comments

strategi dasar, pengetahuan dasar corporate strategic specialist, act consultingPengetahuan dasar apa saja yang perlu diketahui oleh seorang calon Corporate Strategic Specialist sebelum menyusun Corporate Strategic Plan untuk 10 tahun ke depan? Secara disadari atau tidak, peran kalkulasi dan penyusunan rencana strategik di dalam perusahaan merupakan tanggung jawab bersama para leaders di dalam korporasi. Di sejumlah perusahaan sebagian memiliki ahli strategi mereka sendiri. Bahkan divisi strategic perusahaan diadakan khusus untuk melakukan perumusan strategi ini.

Namun sebenarnya kemampuan menganalisa, mengkalkulasi dan menyusun rencana strategic dalam suatu korporasi atau organisasi, adalah sebuah kemampuan yang bisa dipelajari. Memang tidak sepenuhnya mudah. Anda paling tidak harus memiliki daya analisa yang tajam terlebih dahulu. Anda juga memerlukan keterampilan mengobservasi situasi dari berbagai sudut pandang.

Untuk dapat melakukan kalkulasi strategis untuk korporasi Anda, pengetahuan Anda mengenai keadaan finansial perusahaan anda, pengetahuan tentang strategi pengembangan sumber daya manusia di perusahaan Anda, pengetahuan tentang keadaan operasional bisnis dalam korporasi dan pengetahuan tentang kemampuan perusahaan dalam memberikan service pada pelanggan pun, harus ada dalam jangkauan radar anda.

Bila belum, korporasi, organisasi, kantor, biro atau departemen dimana anda bekerja harus dipastikan mengirimkan lebih dari satu orang untuk menguasai keterampilan menyusun kalkulasi dan rencana Corporate Strategic Intelligence yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi ESQ yang akan memberikan pada anda predikat sebagai seorang Corporate Strategic Specialist tingkat Nasional dengan pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Kemampuan yang akan didapatkan di dalam Program Sertifikasi Spesialis Strategi Korporasi atau Corporate Strategic Specialist ini, amat kaya dan beragam. Program ini disarikan dari 30 tahun pekerjaan para ahli strategi korporasi tingkat dunia yang berhasil menjadikan perusahaan mereka masuk dalam list Fortune 500. List Fortune 500 ini adalah daftar 500 Korporasi terbaik di dunia yang telah melalui proses penilaian tentang kesehatan korporat, keuntungan finansial yang kompetitif, kepatuhan terhadap etika bisnis dan budaya perusahaan yang baik.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara meningkatkan kemampuan strategi korporasi dan meningkatkan keberhasilan proses bisnis secara kompetitif di organisasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan dalam program Corporate Strategic Specialist (CSS). Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke  0821-2356-7237 (Aziz).

corporate culture challenges, act consulting

CORPORATE CULTURE CHALLENGES

By Article No Comments

corporate culture challenges, act consultingTantangan apa saja yang dihadapi oleh organisasi di masa kini? Bagaimana dampak derasnya arus informasi  yang massif berdampak bagi budaya di perusahaan Anda? Bagaimana cara untuk mewujudkan sebuah budaya perusahaan yang membuat semua orang di dalamnya bekerja dengan nyaman dan produktif? Bagaimana mewujudkan iklim dan budaya yang positif untuk membentuk sebuah korporasi yang memiliki kemampuan bekerja yang kompetitif dan yang mampu progresif dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah? Kesemua itu adalah corporate culture challenges yang membuat organisasi besar ketar-ketir dan merasa takut akan kehilangan talent terbaik mereka.

Sejumlah perusahaan juga perlu melihat bagaimana corporate culture challenge ini akan mempengaruhi korporasi anda dalam era ekonomi informasi sekarang ini. Bagaimana era economy of trust yang sekarang tengah mewujud di hadapan kita tengah mengubah wajah dunia dan membuat korporasi kita harus terus melakukan berbagai langkah yang strategis untuk memenuhi corporate culture challenges di dalam organisasi. Agar korporasi kita memiliki unsur budaya esensial yang diperlukan untuk tetap memenangkan persaingan.

Padahal sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mewujudkan loyalitas bekerja atau employee engagement tidaklah mudah. Bahwa karyawan yang bahagia dalam bekerja, memiliki kepuasan bekerja, belum tentu engage pada perusahaan. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang setiap lapis karyawan yang bekerja pada organisasi Anda. Apakah mereka para millenials? Apakah gen Y dan baby boomers? Karena tiap lapis generasi memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri.

Anda juga perlu tahu tentang peluang dan tantangan apa yang ada dalam melakukan berbagai program komunikasi organisasi dan perancangan beragam artefak budaya yang ada di dalam korporasi seperti apa yang akan membuat pekerja merasa termotivasi dan terdorong untuk loyal?

Kesemua strategi yang dibutuhkan untuk perancangan budaya perusahaan secara komprehensif ini ada dalam program Corporate Culture Specialist.

Untuk mendapatkan bantuan mengenai cara meningkatkan kemampuan strategi pembentukan budaya perusahaan dan meningkatkan keberhasilan proses bisnis secara kompetitif di korporasi Anda, ACT Consulting memiliki langkah-langkah dan metodologi yang diperlukan dalam program Corporate Culture Specialist (CSS). Hubungi kami via email di info@actconsulting.co atau telepon ke  0821-2356-7237 (Aziz).

Kelebihan Digital Training

By Article No Comments

Sejak mulai dikembangkan di era revolusi industri 4.0, banyak sekali kelebihan digital training dibanding training konvensional.  Dalam sebuah jurnal tentang analisa persepsi terhadap online learning versus training konvensional dikemukakan bahwa globalisasi dan teknologi meningkatkan pandangan kita mengenai apa yang bisa ditawarkan dalam pendidikan. Bahwa teknologi telah melahirkan banyak jalur untuk kita bisa belajar;

“Globalization and technology are altering our views on education and educational offerings. Technology has given birth to many new avenues for learning”.

Dominique Abrioux (2004), Rektor dari Athabasca University, menyampaikan poin yang berharga, dalam buku yang berjudul “Theory and Practice of Online Learning”. Bahwa salah satu keuntungan utama dari konten training yang disajikan secara digital adalah adanya kemudahan untuk melakukan adaptasi dan kostumisasi konten dan materi. Fleksibilitas yang diberikan dalam digital training pun amat menguntungkan dalam praktek pembelajaran manusia berusia dewasa, dalam hal ini untuk training korporat atau pembelajaran  jarak jauh lainnya seperti dengan e-movie, e-learning, online quiz, dan lain-lain.

Digital training membuat waktu dan tempat pelaksanaan training menjadi fleksibel. Training dapat diikuti dari mana saja. Waktunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta. Tema training yang ingin diikuti pun sangat beragam.  Karyawan tinggal mencari tempat yang menyediakan internet. Lalu mereka dapat mengakses training dari smartphone atau dari laptop.

Ujian online yang diberikan pun dapat dilakukan untuk mencek sejauh mana pemahaman peserta tentang materi yang diberikan. Hasil yang diperoleh pun langsung terekam secara otomatis dan dapat dilakukan rekapitulasi hasil training dengan mudah. Absensi keikutsertaan training juga terekam dengan baik. Karyawan yang memiliki banyak waktu untuk mengikuti digital training dan mendapatkan nilai tinggi pun dapat diajukan untuk promosi bila telah memenuhi persentase kompetensi tertentu.

Digital training ini dilakukan oleh banyak perusahaan di Indonesia. ACT Consulting telah memandu pelaksanaan digital training untuk ribuan sales dari Auto2000 dalam program Singa Auto2000.  Adira Finance yang memiliki puluhan ribu pegawai pun telah melakukan digital training lewat e-movie yang dipandu oleh digital learning sharing session.

Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia selalu menjaga performa karyawannya dengan menyediakan digital training yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Bagaimana dengan perusahaan anda? Salam transformasi digital dari ACT Consulting.

peran agent of change, act consulting, andi basuni

Peran Agent of Change dalam pembentukan Good Corporate Culture (GCC)

By Article No Comments

peran agent of change

Kita lanjutkan lagi pembahasan kita tentang apa itu budaya. Mengapa kami dari ACT Consulting merasa perlu untuk membahas budaya secara lebih jauh? Tentu saja karena urgensi besar yang ada di baliknya. Semoga bahasan-bahasan yang diberikan dalam beberapa tulisan ini menjadi upaya yang berarti untuk membentuk budaya yang lebih positif di masyarakat Indonesia.

 

Definisi Budaya

Menurut ahli budaya dan pemerintahan di Indonesia, Prof. Dr. Selo Soemardjan, budaya merupakan sebuah hasil karya, rasa serta cipta dari masyarakat. Hal ini berarti, semua ekspresi diri yang dilakukan dalam konteks bermasyarakat, adalah bentuk dari budaya lho.

Bahkan hal yang terlihat kecil seperti desain iklan yang makin berkembang dari hari ke hari juga adalah suatu bentuk ekspresi budaya yang diciptakan individu dan diserap oleh masyarakat.  Hal yang dianggap kecil seperti gaya lucu dalam berbicara dengan bahasa slang di media sosial yang dimaksud untuk memancing tawa dan like, juga suatu bentuk budaya lho. Dalam masyarakat Indonesia kekinian, definisi Prof Selo Soemardjan ini sepertinya pas ya?

Jauh sebelum sosial media ada, pendiri ilmu anthropologi budaya dari Inggris Edward Burnett Tylor, mendefinisikan budaya sebagai suatu keseluruhan yang memiliki sifat yang kompleks. Keseluruhan yang di maksud adalah meliputi kepercayaan, adat istiadat, hukum, seni, kesusilaan, kesanggupan, bahkan semua kebiasaan yang di lakukan oleh manusia adalah salah satu bagian dari suatu masyarakat.

Ini berarti, budaya merupakan hasil dari interaksi sejumlah unsur yang berbeda di masyarakat yang membentuk suatu kebiasaan yang kemudian menjadi adat istiadat.  Pemerintahan dalam berbagai bentuknya, bertugas menciptakan tatanan sosial yang teratur. Untuk itu, dibuatlah penjaga ekspresi budaya yang berupa sistem yang memagari perilaku individu. Agar tidak bertindak keluar batasan, dengan menciptakan hukum dan undang-undang. Hukum dan undang-undang inilah yang kemudian menjaga sistem kesusilaan di dalam masyarakat, agar kita dapat bekerja dan hidup dengan aman, tenang dan nyaman.

 

Perlunya Good Corporate Culture (GCC) 

Budaya yang ada dalam suatu masyarakat, ada yang positif dan negatif. Dalam konteks perusahaan, budaya yang positif akan meningkatkan performa dan kinerja. Sementara, budaya yang negatif, akan menghasilkan dampak yang negatif bagi kinerja dan performa organisasi. Sementara, berbeda dengan masyarakat, perusahaan adalah suatu sistem ekonomi yang membutuhkan semua bagian yang ada di dalamnya tetap sehat dan baik.

Budaya yang baik diperlukan agar perusahaan bisa menghasilkan income yang baik untuk keseluruhan organisasi dan kelangsungan keluarga dari para karyawan di dalam organisasi, dan memberikan keuntungan pada masyarakat. Sistem ekonomi dari kumpulan sejumlah perusahaan inilah yang kemudian menggerakkan roda perekonomian di suatu negara. Untuk itu, pemerintah memiliki concern  yang besar terhadap baik tidaknya organisasi di dalam sebuah perusahaan dengan menggulirkan program seperti good corporate governance (gcg) dan good corporate culture (gcc), melalui Kamar Dagang dan Industri (KADIN).

Dalam konteks transformasi budaya perusahaan, perubahan budaya dilakukan dengan merubah values lama menjadi values baru yang ideal. Dari current values ke desired values. Penanaman values ini dilakukan agar ekspresi budaya ini terbentuk menjadi sebuah budaya baru. Selain juga dilakukan perubahan secara sistemik melalui perubahan peraturan perusahaan dan rekayasa organisasi.

 

Peran Agent of Change dalam Transformasi Budaya

Pembentukan budaya baru juga dilakukan dengan melibatkan peran aktif dari para Agent of Change (AoC). Dalam hal ini, ada 4 peran yang dilakukan oleh para Agent of Change, sesuai dengan peran utama mereka untuk melakukan akulturasi values baru untuk membentuk good corporate culture (GCC) atau desired culture di dalam perusahaan, yaitu;

  1. Sebagai Obat; Nilai-nilai yang telah dikuasai oleh Agent of Change akan tersebar secara adaptif dalam pekerjaan dan interaksi antar karyawan di lingkungan perusahaan, untuk menjadi penyembuh dari budaya sebelumnya yang ingin diubah.
  2. Sebagai Vitamin; Nilai-nilai yang dikuasai oleh Agent of Change akan membangkitkan energi baru di dalam dirinya secara internal, untuk menjadi panutan bagi kawan-kawannya dalam bekerja. Yang setelah berjalan selama sekian bulan hingga sekian tahun, akan membuat para karyawan lain memiliki daya tahan terhadap budaya lama yang sebelumnya dikeluhkan, menjadi budaya baru yang diharapkan.
  3. Sebagai Katalis. Nilai-nilai yang telah didalami oleh para Agent of Change ini kemudian akan menjadi shared values atau nilai bersama sebagai sebuah organisasi sistemik yang mampu menghasilkan daya kerja dan performa kerja yang bersifat eksponensial, sebagai hasil dari akselerasi yang terjadi sebagai hasil transformasi budaya.
  4. Sebagai Pelumas. Agent of Change akan menghaluskan proses masuknya nilai-nilai ideal untuk membentuk budaya baru, dengan meminimalisir konflik dan mencegah terjadinya gegar budaya diantara karyawan dan manajemen. Hal ini penting untuk mengurangi resistensi organisasi terhadap proses transformasi budaya yang tengah berlangsung.

 

By Andi Basuni, Corporate Strategic Expert dari ACT Consulting

andi basuni, peran agent of change, act consulting

Perusahaan di Era Digital

Transformasi Organisasi dan Perusahaan di Era Digital

By Article No Comments

Perusahaan di Era Digital

 

“Bila perubahan lingkungan eksternal bergerak lebih cepat dibanding transformasi yang dilakukan di dalam organisasi, maka akhir untuk organisasi tersebut sudah dekat”. Demikian disampaikan oleh Gale dan Aarons (2017), mereka adalah konsultan untuk transformasi digital di Google dan Microsoft.  Ya, era ekonomi informasi yang sekarang berjalan, telah memaksa berbagai institusi di seluruh dunia untuk melakukan transformasi digital. Namun, sudahkah kita melakukan transformasi yang tepat?

Sejumlah perusahaan besar dunia, salah kaprah dalam memahami apa yang ada di balik era ekonomi digital ini. Dilakukan perubahan dalam perangkat kerja, hardware dan software, bahkan memasang perangkat artificial intelligence untuk menganalisa keadaan perusahaan dan bisnisnya,  namun luput dalam melakukan upgrade pada unsur utama yang ada dalam perusahaan : Manusianya.

Di dalam era industri 4.0, dimana trilyunan informasi lahir setiap detiknya, kita perlu memahami bahwa terjadi perubahan demand secara demografi sebagai akibatnya. Dengan sedikit upaya dan biaya, kini digital marketing dapat meraih ratusan orang hingga puluhan juta orang dengan biaya promosi yang jauh lebih murah. Bila perusahaan dapat memahami ini, dan dapat melakukan perubahan strategi dengan penyesuaian terhadap demand demografis ini, maka hasil yang bersifat eksponensial dapat dicapai.

 

Perusahaan di Era Ekonomi Digital

Di era ekonomi digital ini, eksekutif dalam perusahaan memiliki akses terhadap riset dan informasi di ujung jari. Tidak lagi memerlukan waktu bulanan untuk mendapatkan analisa terkini. Sejumlah platform riset pemasaran bisa menghadirkan informasi yang dibutuhkan hanya dalam beberapa menit saja. Bahkan beberapa diantaranya gratis. Namun apakah manusianya, eksekutifnya, di perusahaan Anda telah memiliki komponen mental drivers yang dibutuhkan?

Ekonomi digital menjadi besar karena informasi tersebar secara cepat. Untuk itu eksekutif dalam perusahaan perlu terus update dengan informasi terbaru, dari sumber yang terpercaya. Mereka pun perlu melakukan self leverage. Secara mental, informasi, dan taktikal. Kemampuan untuk melakukan peningkatan daya ungkit (leverage) aset manusia di dalam organisasi inilah yang seringkali tertinggal untuk dilakukan.

Apa saja yang menjadi masalah? Banyak eksekutif belum beranjak dari silo mentality, salah satunya. Silo mentality adalah kebiasaan untuk menyimpan informasi berharga hanya di bagiannya saja. Dalam transformasi digital di dalam perusahaan, informasi yang bergerak di internal pun harus menyamai cepatnya dan derasnya informasi yang bergerak diluar organisasi. Tak bisa lagi sebuah informasi dikuasai oleh satu bagian. Sama seperti shared economy, shared information adalah salah satu mekanisme yang harus digerakkan agar organisasi bisa berjalan stabil dan semua eksekutif mendapatkan informasi yang koheren.

Sejumlah improvisasi bisnis yang dilakukan secara digital seperti realtime costumer feedback, sales dan marketing improvement, perhitungan dan analisa retensi konsumen, platform komunikasi internal, dan lain sebagainya ini, sering dianggap sebagai transformasi digital, padahal bukan. Ia hanya sekedar improvisasi sistem informasi bagi bisnis anda.

Bagaimana perusahaan bisa memberikan pengalaman berbisnis yang bersifat unggul, terkostumisasi, dan terpersonalisasi, adalah salah satu hasil dari informasi yang didapat dari improvisasi sistem bisnis yang diterangkan diatas. Itulah yang akhirnya akan mendorong peningkatan sales dan memberikan hasil pada perusahaan.

 

Itulah yang menjadi hasil dari transformasi digital yang anda akan lakukan di perusahaan. Kemampuan untuk memanej respon yang terpersonalisasi bagi konsumen adalah hal utama yang dapat dihasilkan dari mahalnya instalasi sistem informasi digital yang anda lakukan. Bila ini belum ada dalam mindset anda sebagai eksekutif, dan masih beranggapan cara respon anda tidak perlu dirubah, dan cara respon perusahaan tidak perlu ditingkatkan, maka keseluruhan transformasi digital tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa bagi bisnis dan organisasi anda.

Namun itu pun bukan semuanya. Tanpa adanya culture road map untuk menuju pencapaian sukses sesuai visi misi dan target organisasi, perubahan seperti apapun menjadi tanpa makna.  Tanpa adanya value creation atau penciptaan makna bagi bisnis anda, masyarakat dan khalayak pun tidak akan menganggap organisasi anda pantas ada. Tentukan ini dulu, barulah perusahaan anda dapat dirasakan penting bagi masyarakat. Ciptakan formula digital DNA dalam organisasi sesuai aspirasi yang diinginkan perusahaan.

Kecepatan perubahan, terciptanya makna, dan meningkatnya jumlah insight yang didapatkan, akan meningkatkan kemampuan perusahaan anda dalam melakukan disrupsi pasar dan menciptakan model ekonomi bagi organisasi anda agar mampu lestari, sustainable, tahan akan perubahan zaman dan dinamika pasar yang terus membadai. Organisasi harus terus melakukan inovasi dan progresif dalam mengetahui kemampuan konsumen dengan lebih mendengar, melihat respon dan keinginan mereka secara interaktif untuk dapat menciptakan desain produk yang sesuai dan menghantarkannya pada konsumen sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

dwitya agustina, corporate culture consultant, spiritual leadership, training esq, act consulting, transformasi budaya, good corporate culture

Urgensi Spiritual Leadership

By Article No Comments

spiritual leadership, act consulting, transformasi budaya, managing change, rekayasa organisasi, training esq, ary ginanjar agustian

Sebuah kisah nyata di bawah ini menunjukkan urgensi spiritual leadership di perusahaan. Di tahun 2009, sebuah anak perusahaan multi nasional merasa tengah di ujung tanduk. Sejumlah eksekutif perusahaan tersebut mendiskusikan angka-angka penjualan yang terus merosot drastis. Padahal, berbagai terobosan marketing sudah dilakukan. Hingga akhirnya para eksekutif memutuskan untuk menutup perusahaannya di negara ini.

Namun mereka merasa bahwa akan sulit bagi karyawan agar bisa menerima situasi perusahaan. Untuk itu mereka meminta bantuan sebuah lembaga training yang terkenal dengan pengembangan spiritualitas di dunia bisnis, untuk memberikan pencerahan. Program training diberikan dalam beberapa batch dalam kurun waktu yang berdekatan.

Setelah training spiritual leadership dan meaning of work yang diberikan tersebut berjalan beberapa bulan, ternyata terjadi peningkatan performa kerja dalam banyak divisi. Bahkan, peningkatan ini kemudian mengubah situasi penjualan secara positif. Hal ini tercermin dari naiknya angka penjualan yang cukup tinggi.

Para pemimpin dan karyawan perusahaan alat berat itu pun terlihat berbeda dari sebelumnya. Mereka kini memiliki sikap yang lebih lembut dan menjunjung tinggi kejujuran.  Sebuah hasil yang sama sekali tidak disangka-sangka ini, membuat principal di negara asal perusahaan tersebut, bangga.  Bahkan, perusahaan yang hampir ditutup itu kemudian berkembang pesat luar biasa, dan menjadi pemimpin pasar dalam bidang tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun, perusahaan tersebut berhasil mengejar ketinggalannya. Bahkan menjadi pemenang dalam kompetisi penjualan berbagai kendaraan alat berat.

Padahal, semula perusahaan  hanya ingin menjadikan training spiritual tersebut sebagai metode perpisahan yang damai dengan karyawan.  Namun yang terjadi, justru karyawan merasa menemukan makna hidup dan ingin bekerja sebaik-baiknya dalam situasi yang semula pailit tersebut. Apakah yang diterapkan di perusahaan tersebut, dan bagaimana itu dapat mengubah keadaan suatu organisasi?

Professor Louis W. (Jody) Fry, PhD yang mengajar di University of Texas, telah melakukan banyak penelitian mengenai Spiritual Leadership. Teori-teori yang dikemukakannya, banyak dikutip oleh para peminat cabang ilmu kepemimpinan yang mengutamakan makna dan nilai dalam hidup ini. Teori ini bahkan telah diterapkan di banyak perusahaan dan pemerintahan di Amerika. Diantaranya dikembangkan dalam pemerintahan di kota Texas, Amerika Serikat.

Menurut Fry (2017), teori spiritual leadership dikembangkan di dalam model motivasi intrinsik yang di dalamnya terdapat hal-hal seperti visi, harapan, keimanan, dan cinta sesama. Di dalamnya juga ada spiritualitas di dunia kerja dan daya tahan spiritual dalam hidup (spiritual survival) melalui panggilan hidup dan ketaatan dalam suatu kelompok agama.

Fry (2017) juga menyampaikan sejumlah hal yang didapatkan organisasi dari penerapan spiritual leadership ini yaitu;

  • adanya sustainabilitas atau keberlangsungan organisasi
  • menciptakan visi dan nilai yang kongruen dalam diri seorang individu.
  • Tim kerja pun menjadi lebih berdaya (empowered).
  • meningkatkan level komitmen terhadap organisasi dan bahkan meningkatkan produktivitas.

Keuntungan pengembangan Spiritual Leadership pada performa kerja

Bidang penimbangan kinerja di dalam suatu organisasi telah menetapkan adanya kebutuhan untuk melaporkan sejumlah metrik finansial dan prediktor non finansial seperti kepuasan pelanggan, hasil kinerja organisasi yang berkualitas, dan terpenuhinya berbagai target serta tujuan. Untuk membuktikan ini, dilakukan pengukuran proses  operasional internal. Selain juga mengukur komitmen karyawan dan pengembangan karyawan.

Spiritualitas di tempat kerja berhubungan erat dengan spiritual leadership. Bahkan, spiritual leadership-lah yang menjadi pendorong munculnya komitmen organisasi dan produktivitas, yang sifatnya esensial untuk mengoptimalkan performa organisasi.

Di tempat kerja yang mendukung pengembangan spiritualitas karyawan melalui para pemimpin yang menerapkan spiritual leadership, setiap orang memiliki hak untuk mengejar dan memenuhi tujuan yang berarti yang dapat membuatnya menemukan makna dalam suatu komunitas yang penuh rasa kekeluargaan. Spiritualitas di tempat kerja ini memastikan bahwa sustainabilitas atau umur panjang dari organisasi bisa tercapai, dan organisasi terus survive dengan dikembangkannya generasi penerus.  (Lazlo, C. & Brown, J., 2014, dalam Fry, 2017)

Dalam kondisi seperti apapun, penutupan perusahaan dapat menimbulkan dampak yang besar. PHK massal dapat memicu berbagai aksi yang menggambarkan keprihatinan pekerja akan hidup mereka. Karyawan khawatir akan bagaimana mereka dapat memperoleh pendapatan rutin tiap bulan, suatu kondisi menyedihkan yang semula dijamin oleh perusahaan.  Bersyukur, para pimpinan perusahaan mengambil satu solusi yang baik dan bijak. Solusi yang berupa pengembangan spiritualitas dalam kepemimpinan dan dalam bekerja.

Bagaimana dengan perusahaan Anda? Apakah harus menunggu keadaan hampir pailit, baru akan mengembangkan spiritualitas di lingkungan kerja anda? Semakin cepat solusi pengembangan spiritualitas dalam kepemimpinan dan dalam pekerjaan sehari-hari dilakukan, akan semakin baik kinerja perusahaan Anda.

Untuk mendapatkan panduan cara menerapkan Spiritual Leadership di perusahaan Anda, hubungi 0818-213-165 (Donna) atau kirim email ke; info@actconsulting.co