Outbound Team Building adalah kegiatan yang dirancang agar peserta mengeluarkan potensi serta peran aktif individu-individu untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama, sehingga mereka berpikir, berperilaku, dan berkontribusi terhadap team.
Program Team Building Outbound juga bertujuan untuk menstimulasi skill masing-masing individu dalam tim, guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Baik secara personal, maupun kemampuan individu dalam kolaborasi dan sinergi dalam tim.
Setelah mengikuti program Team Building Outbound, peserta akan terbentuk menjadi seorang individu yang berkualitas dan memiliki keunggulan dalam setiap bidang yang dimiliki. Baik itu keunggulan dalam soft skill maupun hard skill.
Training Outbound Team Building
Training Outbound Team building merupakan salah satu proses yang dialami setiap peserta untuk beraktivitas bersama-sama. Mereka mengenal satu samal lain dan berdinamika menjadi satu kesatuan dalam tim.
Sebuah hal yang sangat penting dalam mengenal elemen-elemen krusial yang mendasari efektivitas kerja dalam tim yang didasari komitmen pribadi.
Outbound Training Team building juga membuat organisasi untuk mampu membagi tugas dan peranan secaa tepat sasaran, menempatkan orang ditempat yang tepat (right man in the right place), Leadership, sikap rela berkoban, saling menghargai, komunikatif, saling terbuka, dan memegang teguh komitmen produktivitas tim.
Dengan demikian, akan terbangun suatu ikatan kebersamaan yang mampu meningkatkan semangat kerja tim, sinergi dan kolaborasi.
Di balik keberhasilan dan berkembangnya ACT Consulting sebagai konsultan budaya perusahaan terbaik di Indonesia, tentu berdiri sosok yang inovatif. Dialah tokoh pendiri ACT Consulting sekaligus ESQ Leadership Center yang fenomenal, Ary Ginanjar Agustian.
Ary Ginanjar Agustian adalah penulis buku ESQ dan motivator handal. Mantan PNS (Pegawai Negeri Sipil) ini telah berkecimpung dalam dunia bisnis selama lebih dari 20 tahun dengan berbagai macam prestasi dan sukses yang di raih.
Sukses Ary Ginanjar Membangun Budaya Perusahaan yang Kuat
Menurut Ary Ginanjar Agustian, budaya perusahaan atau corporate culture adalah fondasi kesuksesan jangka panjang sebuah perusahaan. Perusahaan yang mampu bertahan lama di dunia, memiliki fondasi yang kuat dan mengakar yaitu budaya kerja dan sumber daya manusia (SDM).
Ary Ginanjar Agustian yang sukses membangun lembaga SDM ternama di Indonesia ini (ESQ) sering menegaskan bahwa, transformasi pembentukan budaya kerja adalah sebuah proses perubahan dari kondisi saat ini (current culture) menuju kondisi yang di harapkan (desired culture).
Budaya inilah yang mampu menghasilkan revenue lebih tinggi, memiliki kualitas SDM lebih baik, meraih nilai saham lebih tinggi, serta keuntungan bersih yang terus meningkat.
Selama ini Ary Ginanjar Agustian bersama seluruh tim ACT Consulting telah melakukan transformasi budaya perusahaan kepada lebih dari 400 perusahaan baik di Indonesia maupun Malaysia. Bahkan salah satu perusahaan di Malaysia berhasil masuk kedalam daftar Top Fortune 500.
Peran Ary Ginanjar Agustian dan ACT Consulting dalam Membangun Budaya Perusahaan di Indonesia
Banyak perusahaan di Indonesia yang gagal membangun budaya perusahaan dengan baik. Banyak dari mereka telah merumuskan visi, misi, dan nilainya, namun gagal sehingga mengalami kebangkrutan. Hal itu disebabkan visi, misi, dan nilai hanya ada pada tataran konsep tanpa implementasi, hanya menjadi pajangan dan tidak keluar menjadi perilaku (behaviour).
ACT Consulting hadir dengan solusi yang komprehensif untuk mengatasi masalah tersebut.
Kegagalan dalam membangun visi, misi, nilai perusahaan di antaranya: pertama, visi, misi, nilai hanya disampaikan secara intelektual sehingga hanya menjadi “knowledge”. kedua, visi, misi, nilai tidak dikaitkan dengan keyakinan individu. ketiga, karyawan tidak merasakan adanya keselarasan (alignment) antara visi, misi, nilai pribadi dan perusahaan. Oleh karena itu, visi, misi, nilai tidak cukup dirumuskan secara intelektual (iQ) namun harus dikomunikasikan dan ditanamkan juga secara emosional (eQ), dan spiritual (SQ). Spiritualitas bertujuan agar visi, misi, dan value tersebut kepada belief system (system keyakinan) mereka.
Selain itu, dalam membangun budaya perusahaan, setiap korporasi juga harus mampu meningkatkan employee engagement. Bagaimana caranya?
Agar dapat meningkatkan employee engagement, menurut Ary Ginanjar Agustian perlu dilakukan pengukuran terhadap kesehatan budaya organisasi sebagai faktor yang mempengaruhi Budaya yang sehat adalah keselarasan antara nilai-nilai organisasi akan mendorong kohesivitas internal yang kemudian meningkatkan employee engagement serta perbaikan kinerja.
Tingkat keracunan budaya sebuah organisasi disebut sebagai entropi budaya (Toxic Cultute) yaitu energi yang terbuang di tempat kerja untuk hal yang tidak produktif.
Entropi budaya antara lain disebabkan oleh birokrasi yang berbelit, kontrol dan kehati-hatian yang berlebihan, saling tidak percaya, saling menyalahkan, kompetisi internal, ketidakjUjuran, dan sebagainya. Itu semua tergolong racun budaya perusahaan. Riset yang dilakukan Barret Values Center dan Hewitt Associates terhadap 163 organisasi di Australia (2008) menunjukkan korelasi yang kuat antara tingkat entropi budaya dan employee engagement.
Entropi Budaya Perusahaan (Toxic Culture) Menurut Ary Ginanjar Agustian
Semakin Tinggi Entropi semakin rendah Engagement. Semakin rendah entropi atau semakin rendah racun budaya akan semakin tinggi rasa keterkaitan positif dengan perusahaan.
Permasalahan yang sering terjadi adalah para pemimpin tidak mengetahui berapa tingkat keracunan atau entropi budaya budaya dalam perusahaan dan apa penyebab terjadinya penurunan engagement.
Seperti seorang pasien yang menderita sakit dan ingin berobat, perlu cek laboratorium untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuhnya. Berapa tekanan darah dan detak jantungnya, bagaimana kadar kolesterolnya, atau bagaimana kondisi ginjal dan levernya? Dari tes laboratorium itulah akan diketahui apa penyakit yang dideritanya dan apa obat yang diperlukan.
Demikian juga dalam organisasi perusaaan, perlu diukur berapa entropi budayanya, dan apa saja yang telah menjadi racun budaya apakah birokrasi, kejujuran, kompetisi internal yang tidak sehat, tidak ada saling kepercayaan, atau yang lainnya, serta di direktorat mana? Semua harus mampu dibaca secara akurat.
Dengan teknologi assessment budaya modern, sekarang sudah dapat diukur berapa besar entropi budaya dan apa saja jenis racun yang merongrong kesehatan budaya perusahaan. Dengan demikian, dapat diketahui dan disusun langkah-langkah tepat, efektif, dan efisien yang diperlukan untuk meingkatkan engagement karyawan yang selama ini menghantui pikiranpara pemimpin organisasi.
ACT Consulting International Pecahkan Rekor Dunia-Muri
Alhamdulillah ACT Consulting International – ESQ Group kembali memecahkan rekor Muri, kali ini rekor tingkat dunia. Dengan segala kerendahan hati, kami berhasil memecahkan rekor Survei Budaya Organisasi dengan Peserta Survei dan Lembaga Terbanyak.
Survei Budaya Kerja BerAKHLAK dilakukan kepada seluruh ASN di Indonesia yang berlangsung pada Quartal ke-tiga dan ke-empat (Q3 dan Q4) tahun 2022. Dengan melibatkan 923rb lebih peserta survei dan hampir 600 Kementerian dan Lembaga baik itu pusat maupun daerah. Dan yang mengerjakannya semua Milienial dan Zelenials. Wow !
Terimakasih atas semua kepercayaan, kerjasama dan dukungan dari semua Kementerian/Lembaga yang diberikan kepada kami.
Agent of Change (AOC) adalah individu-individu terpilih dari berbagai divisi di sebuah perusahaan yang ditugaskan untuk menjalankan agenda transformasi organisasi atau menjadi motor penggerak. Namun, tahukah Anda bahwa ternyata banyak organisasi yang tidak memperoleh hasil yang diharapkan dari para AOC ini. Berdasarkan pengalaman ACT Consulting melakukan pendampingan AOC kepada banyak perusahaan, ternyata ada 9 faktor yang menjadi penyebab gagalnya AOC dalam transformasi budaya kerja di perusahaan.
Apa saja 9 faktor tersebut?
Faktor Penyebab Kegagalan Agent of Change
1. Tidak Adanya Kejelasan Tugas, Tanggungjawab, KPI, dan Masa Tugas
Pada saat perusahaan menunjuk AOC yang terdiri dari berbagai individu dan divisi, mereka secara formal tidak mendapatkan surat keputusan (SK) yang berisi tugas, tanggungjawab, KPI, dan masa tugas mereka sebagai AOC. Bila AOC tidak memiliki SK, maka susah bagi perusahaan untuk mengevaluasi kinerja mereka.
2. Tidak ada Korelasi antara Penilaian dan Kinerja
Dengan tidak adanya SK pengangkatan sebagai AOC, maka para AOC tidak mendapat dukungan dari pimpinan. Kenapa tidak mendapat dukungan dari pimpinan? Karena tugas mereka sebagai AOC tidak memengaruhi evaluasi kinerja mereka secara keseluruhan. Misalnya, kalau mereka berprestasi sebagai AOC, tetapi pada saat evaluasi, kinerja mereka tidak diperhitungkan.
Individu yang ditunjuk sebagai AOC menganggap tugas sebagai AOC itu hanya sebagai beban tambahan pekerjaan saja. Sedangkan kinerja mereka sebagai AOC tidak mendapat apresiasi dari pimpinan. Padahal, apresiasi tidak harus berupa finansial, namun bisa juga berupa penghargaan secara emosional, seperti dihargai atau tampil sebagai Role Model.
3. Tidak Didukung oleh Pimpinan
Seringkali perusahaan menunjuk individu-individu sebagai AOC, namun hal itu tidak didukung oleh pimpinannya. Hal itu terjadi karena pimpinannya punya prioritas yang lain. Padahal, pembangunan dan transformasi budaya itu harus mendapat dukungan dari para pimpinan.
4. Kelemahan Proses Seleksi (Assesment)
Kebanyakan perusahaan pada saat menunjuk AOC tidak melakukan open recruitment dan lemah di proses seleksi. Padahal, AOC yang paling bagus adalah voluntary karena memiliki motivasi diri yang kuat untuk menjadi bagian dari perubahan budaya perusahaan.
Ada tiga tahap seleksi individu menjadi AOC, yakni direkomendasikan oleh pimpinan; direkomendasikan oleh rekan kerja; dan kombinasi dari berbagai tipe individu. Individu yang terpilih sebagai AOC sebelumnya harus mendapatkan rekomendasi dari pimpinannya, kemudian direkomendasikan oleh rekan kerjanya sehingga ia nanti menjadi informal leader. Selain itu, AOC juga harus kombinasi dari berbagi tipe orang. Di dalam kombinasi itu harus ada yang tipe Leader, Creative Thinker, Teknikal, dan Planner.
5. Pembekalan hanya Fokus What dan How
Kebanyakan perusahaan memberikan pembekalan yang terfokus pada “Apa (What) dan Bagaimana (How), namun tidak diberikan Mengapa (Why)”. Padahal, yang mendorong individu bertindak adalah jika individu mendapat strong why. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan individu dalam bekerja tidak hanya berdasarkan kecerdasan intelektual, namun juga kecerdasan emosional dan spiritual.
6. Tidak Memiliki Analisis Tentang Situasi (Baseline Measurement)
Sebagian besar perusahaan hanya membuat action plan tanpa adanya referensi yang jelas untuk melakukan transformasi budaya. Sebelum membuat action plan, seharusnya perusahaan melakukan analisis tentang situasi (baseline measurement) mengenai kendala proses budaya di perusahaan, apa yang perlu ditingkatkan, dan apa harapan karyawan terhadap budaya perusahaan saat ini.
Dengan kata lain, perusahaan harus terlebih dahulu melakukan pengukuran kesehatan budaya kerja organisasi (OCHI). Perusahaan yang mengadakan AOC tidak berdasarkan OCHI, maka dipastikan action plan nya tidak mempunyai referensi yang jelas sehingga tidak bisa diukur dan tidak bisa diketahui dampaknya.
7. Tidak Ada Monitoring dan Maintenance
Setiap AOC tidak cukup hanya diberikan pembekalan saja, namun juga harus selalu dimonitoring dan maintenance agar bisa dilihat hasilnya. Monitoring dan maintenance itu seperti halnya handphone yang harus selalu di recharge bila baterainya habis. Monitoring dan maintenance sebagai bagian dari proses keberlanjutan (continuous process). Caranya adalah pemberian motivasi oleh pimpinannya, diskusi apa permasalahan mereka sebagai AOC dan berikan solusinya. Idealnya continuous process adalah 3 bulan sekali dan yang paling lama 6 bulan sekali para AOC dikumpulkan untuk di recharge.
8. Tidak Ada Selebrasi saat Pencapaian Prestasi atau Target
Banyak perusahaan yang mengadakan Culture Festival untuk menilai kinerja karyawannya. Pada saat Culture Festival, AOC tidak mendapatkan penghargaan atas pencapaian prestasi atau target keberhasilan mereka. Hal inilah yang membuat program AOC tidak berjalan dengan baik.
9. Diremehkan oleh Generasi yang Lebih Tua (Senior)
Umumnya individu yang terpilih sebagai AOC berasal dari generasi muda (Gen Y). Hal inilah yang menyebabkan AOC sering diremehkan oleh senior. Apalagi adanya budaya senioritas dan mindset senior yang menganggap Gen Y adalah malas dan hasil kerjanya tidak bagus.
Itulah 9 Faktor Penyebab Gagalnya AOC dalam Transformasi Kultural di Perusahaan. Semoga 9 hal di atas dapat membantu perusahaan Anda untuk lebih memahami lagi tugas, fungsi, tanggungjawab, dan KPI AOC.
Jika kantor Anda ingin mengadakan training terkait topik yang diatas, Anda bisa memberi referensi ACT Consulting.
Undang Kami Untuk Preview dan Diskusi mengenai Kebutuhan Perusahaan Anda
Office: Menara 165 Lantai 24 – Jl. TB. Simatupang Kav.1 Cilandak Jakarta Selatan
Dapatkan tulisan-tulisan yang menginspirasi dan Informasi In House Training dari ACT Consulting dengan like halaman
Semakin berkembang dan pesatnya persaingan bisnis di dalam maupun di luar negeri, menyebabkan persain global menjadi lebih ketat. Hal ini tentu menuntut perusahaan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang mereka miliki.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tersebut adalah dengan pembelajaran “learning by doing” atau pembelajaran yang eksperiensial melalui Outbound Training.
Dengan Outbound Training setiap SDM atau Karyawan akan dihadapkan dengan keadaan yang nantinya dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Karyawan juga mampu membuat pemahaman terhadap suatu permasalahan akan semakin tinggi hingga implementasinya juga semakin mudah.
Pembelajaran dalam program outbound training memiliki makna yang mendalam terkait aktivitas kerja yang mereka lakukan sehari-hari. Dengan melihat aktivitas tersebut dari perspektif yang berbeda, tentu akan meningkatkan kompetensi karyawan lebih baik lagi.
2. Membentuk SDM yang Berkualitas dengan Semangat Kerja Maksimal
Outbound bukan hanya bermakna kegiatan yang menggunakan sarana diluar ruang, melainkan juga bermakna out of bounderise “Keluar dari bingkai/frame kebiasaan” dimana peserta diajak untuk berpikir luar biasa dan membuat terobosan-terobosan baru.
3. Kerjasama yang Solid Antar Tim Kerja
Hampir semua kegiatan outbound selalu dilakukan secara berkelompok. Untuk bisa menyelesaikan suatu tantangan, sangat diperlukan kerja sama tim. “Together Everyone Achieves More”.
4. Membentuk SDM yang lebih mengenal dan melihat potensi dalam diri.
Selain dilakukan secara kelompok, outbound training juga memaksa seseorang untuk mengenal potensi dalam diri.
5. Membentuk SDM yang mengerti dan memaknai arti dari komunikasi yang efektif.
Kekompakan karyawan dalam berkomunikasi semasa outbound bisa terbawa sampai ke kantor. Kondisi – kondisi yang terjadi semasa outbound menjadi cerminan dan gambaran dalam bekerja bagi si pegawai. Ketika ada masalah yang terjadi di kantor maka akan lahir sebuah Susana baru yang lebih solid antara pegawai.
Seorang anak dilahirkan dengan bekal bakat yang diberikan oleh Tuhan. Tugas orangtua adalah menemukan bakat tersebut dan mengembangkannya menjadi kekuatan (strength). Anak yang sudah diketahui bakatnya, dan menerima dukungan orang tua di bidang itu, akan bisa berkembang dengan bahagia. Karena ia merasakan kemudahan di bidang tersebut.
Tanpa menemukan strength anak Anda, orangtua akan kerepotan karena anak akan terus menerus meminta bantuan dan dukungan. Akan terlambat bila pencarian bakat anak baru dilakukan saat ia berusia dewasa muda. Pada periode tersebut seharusnya ia sudah bisa mulai bertanggung jawab dan mampu menopang beban hidupnya sendiri. Jangan sampai anak Anda tumbuh tanpa mengetahui apa bakatnya. Tentu ini akan menimbulkan kesedihan pada dirinya, dan diri orangtuanya bila terjadi.
Akan bijak bila kita sebagai orangtua mengembangkan anak-anak, berdasarkan potensi-potensi utamanya. Seorang anak yang mengetahui bakatnya, akan tumbuh bahagia. Karena ia merasakan ia menempuh jalan yang bisa dilaluinya dengan mudah. Penemuan bakat anak, akan mencegah orangtua berkonflik dengan anak karena ketidaksamaan tujuan.
Kami tahu Anda tidak memiliki waktu untuk mengunjungi psikolog. Pun tes bakat di rumah sakit bisa menghabiskan hingga jutaan rupiah. Untuk menghemat waktu anda dan anak-anak, ESQ mengembangkan tes penemuan bakat secara digital, yang bisa Anda akses darimana saja.
Ikutkan Anak-anak Anda pada Tes Bakat Online berikut ini :
bit.ly/StrengthFind
bit.ly/StrengthFind
bit.ly/StrengthFind
Ada satu hal yang sangat penting dalam hidup kita, yang jika itu sudah terjatuh, tidak ada yang mau mengambilnya lagi kecuali diri kita sendiri, yaitu kata- kata kita. Manusia hidup dan bertindak dengan integritas. Kita menjadi sukses dalam hal pekerjaan, pergaulan, atau bisnis juga negara dengan integritas. Pada artikel ini kita akan membahas beberapa alasan mengapa integritas itu penting dalam menjalankan pekerjaan kita di bidang apapun khususnya bisnis.
1.Kita hanya ingin berbisnis dengan orang terpercaya
Pernahkah Anda melakukan kerjasama bisnis dengan seseorang tapi merasa seperti ada sesuatu yang tidak benar? Hal itu bisa jadi berdasarkan pembicaraan mereka yang sering tidak konsisten atau dipercaya. Kemungkinan besar, ke depannya Anda tidak ingin bekerjasama lagi dengan orang tersebut.
Ada sebuah aturan emas bahwa, “Perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan.” Jika Anda melihat diri sendiri di cermin dan tahu bahwa Anda bersikap jujur dan memperlakukan semua orang dengan hormat dan layak, maka Anda berada di jalur yang benar.
2.Keberhasilan masa depan tergantung apa yang Anda lakukan saat ini.
Disadari atau tidak, apa yang kita kerjakan setiap hari akan mewariskan dan menciptakan reputasi diri kita. Apa yang kita lakukan sekarang membentuk masa depan kita baik untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk berbasis pada reputasi kita dan persepsi orang tentang kejujuran kita.
Cara yang paling benar untuk mengetahui apakah Anda melakukan hal yang benar untuk alasan yang tepat adalah dengan bertanya pada diri sendiri satu pertanyaan.
Apakah yang Anda lakukan akan baik-baik saja jika dikerjakan saat tidak ada orang di sekitar dan juga akan baik-baik saja jika banyak orang (terutama yang berpengaruh) sekitar?
3. Orang-orang mengikuti pemimpin yang mereka percaya akan membawa ke tempat yang ingin dituju.
Jika Anda sedang mencari personil untuk membangun sebuah tim, ingatlah selalu rumus di atas. Orang-orang memimpikan pemimpin yang membawa mereka ke arah yang benar dan mampu membuat keputusan yang tepat.
Menjadi pemimpin berarti melakukan hal yang benar bahkan ketika sulit untuk melakukannya. Lebih baik jujur daripada menipu atau memberikan informasi yang salah. Karena jika itu terjadi berarti kita akan kehilangan penjualan, prospek, atau bahkan anggota tim. Melakukan hal yang benar akan menunjukkan warna sejati Anda dan kemampuan memimpin.
Jika Anda belum memiliki anggota yang langsung Anda pimpin, tidak ada waktu yang lebih baik untuk memulai dari sekarang untuk membangun integritas. Anda tidak pernah tahu siapa yang memperhatikan tindakan dan mendengarkan kata-kata Anda.
4. Satu apel buruk dapat merusak satu keranjang.
Kita semua terhubung oleh jaringan manusia. Adalah hal yang wajar jika orang memiliki persepsi pada seseorang yang merupakan bagian dari kelompok yang sama. Hal ini berlaku untuk tim Anda, perusahaan Anda. Tidak ada yang menyangkal hal itu. Sebagai contoh kasus, bisnis jaringan memiliki reputasi buruk di mata masyarakat karena salah langkah orang lain. Setiap tindakan atau kata-kata seseorang dalam sebuah bisnis atau perusahaan akan membawa satu langkah lebih dekat atau lebih jauh dari yang dapat dipercaya dalam pikiran orang lain.
5. Bertindak untuk hal yang Anda percaya atau orang lain akan mempengaruhi dan membuat keputuskan untuk Anda
Bersikaplah untuk hal yang Anda yakini. Jika Anda tidak memiliki integritas untuk menyatakan pikiran Anda tentang apa yang Anda percayai, orang lain pun tidak akan percaya pada Anda.
Kurangnya keyakinan pada diri sendiri akan memudahkan orang lain untuk mengatakan pada Anda sesuatu yang tidak ingin Anda lakukan atau hal-hal yang keluar dari tujuan, impian, masa depan, dan keluarga Anda. Cara terbaik untuk jujur adalah jujur dengan diri sendiri. Orang lebih cenderung percaya Anda ketika Anda asli apa adanya. Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata Anda.
Pencapaian kinerja sebuah tim, baik perusahaan atau instansi sangat ditentukan oleh kekuatan leadership-nya. Ibarat lokomotif, seorang leader mengambil peran sentral dan dominan dalam menggerakkan roda organisasi. Dengan demikian cepat lambatnya atau bahkan maju mundurnya sebuah organisasi atau perusahaan ditentukan para leader.
Kita bisa belajar dari Karpenter Corporation, perusahaan yang telah berusia 50 tahun, dan termasuk dalam jajaran “American Ten Most Innovative” karena sukses dengan pencapaiannya selama bertahun-tahun.
Namun dalam waktu 4 tahun terakhir di tangan seorang pimpinan executive-nya, meluncur jatuh dalam jurang kebangkrutan. Para eks-karyawannya harus mengelus dada melihat semuanya dijual dalam pelelangan. Apa yang terjadi?
Telah terjadi kerusakan serius dalam mekanisme kerja di Karpenter Corporation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemerosotan diakibatkan oleh para leader management. Berdasarkan riset selama tiga tahun terakhir sebelum kejatuhannya, antara teori dan praktik manajemen dalam perusahaan tersebut sangat berseberangan.
Akibatnya, 65 karyawan profesional Karpenter merasakan adanya ‘disengaged’, dan banyak di antaranya memutuskan untuk hengkang dari perusahaan yang semula dicintainya itu.
Dari kisah di atas selain kita bisa belajar tentang pentingnya peran seorang leader dalam membangun engagement dengan bawahan atau timnya. Karena kepemimpinan sesungguhnya berwujud tindakan bukan semata-mata jabatan.
Pemimpin harus memberi pengaruh. Kata influence (pengaruh) dan influenza (flu) berasal dari akar kata yang sama. Pemimpin sesungguhnya bersifat menular. Orang tertular sesuatu yang dekat dari dirinya. Orang tertular visi dan value mereka. Mereka mampu menarik pengikut dan membuat orang bergerak. Jika dibuat metafora, mereka ini seperti kolam ombak, yang menciptakan efek gelombang dimana pun mereka berada. Inilah yang dapat menimbulkan engagement dengan bawahannya.
Pemimpin harus memberi dampak. Di akhir, pemimpin membuat perbedaan. Dunia berubah karena kepemimpinannya. Mereka mampu membuat perubahan nyata dan berlangsung lama. Jika tidak ada perubahan, mereka bukan pemimpin, tapi hanya penghibur. Ada perbedaan besar diantara keduanya. Ukuran sebuah kepemimpinan tidak bisa dilihat dari dalam diri pemimpin itu sendiri, tapi dari dampak yang diciptakan di dalam diri pengikutnya.
“Saat seorang pemimpin mengeluarkan potensi terbaik dalam dirinya, maka hal itu akan membuat orang di sekitarnya menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Pemimpin demikian adalah pemimpin yang menginspirasi dan tidak akan pernah dilupakan bawahannya.” DR.HC Ary Ginanjar Agustian.
Tahukah Anda bahwa kerjasama tim tidak hanya mampu menyelesaikan tugas-tugas ringan namun juga mampu meraih tujuan tim. Tujuan yang merupakan agenda besar dari organisasi dan perusahaan. Dan salah satu cara terbaik untuk membangun kerjasama tim adalah outbound training.
Seperti yang baru-baru ini dilaksanakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional RI (Lemhannas), yang menggelar Outbound Training Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Bagi Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT).
Bersama ACT Consulting, Lemhannas berharap bahwa Outbound ini bisa menjadi lahan untuk mengaplikasi materi yang diterima oleh peserta. Setelah sebelumnya peserta mengikuti rangkaian pendidikan di kelas selama 5 hari yang berfokus pada pemantapan Nilai-Nilai kebangsaan, sehingga dapat menjadi sikap kerja para peserta.
Banyak hal menarik terjadi sepanjang acara yang yang berlangsung 13 – 14 Januari 2018, Villa Ratu Pancawati Bogor. Peserta yang sharing merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
Peserta juga mengaku, Outbound ACT Consulting membantu dalam pembentukan tim yang kompak dan sangat fun. Bahkan pihak Kepala Dinas menyatakan ACT Outbound adalah Outbound yang berbeda. Terdapat games yang bukan hanya menarik dan menyenangkan, namun ada pemaknaan di setiap sesinya.
Terlebih pada sesi, Final Project, yang membuat banyak peserta sadar bahwa, gangguan itu bisa dari mana saja, dan bahwa menjaga kesatuan NKRI tidaklah mudah. Kita harus bersatu dalam menjaganya.
Budaya organisasi yang sehat adalah budaya organisasi yang memiliki kekuatan, dimana sebagian besar anggota tim mendukung serta melaksanakan budaya yang telah disepakati. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi tersebut sehat atau tidak, maka setiap perusahaan perlu melakukan pengukuran budaya organisasi.
Akan tetapi selama ini banyak organisasi/perusahaan tidak memiliki metode untuk mengukur budaya organiasi (sesuatu yang intangible).
Untuk mendapatkan pengukuran budaya organisasi yang tepat dan secara keseluruhan, termasuk untuk setiap unit kerja, Badan Pusat Statistik (BPS) menyelenggarakan program Organization Culture Health Index (OCHI) bersama ACT Consulting, 28 November s/d 22 Desember 2017
Kecuk Suhariyanto, Kepala BPS, menyampaikan kepada jajaran eselon 1&2 bahwa program ini sangat bagus untuk dilakukan secara periodic, demi mengetahui kondisi saat ini di BPS dan harapan pegawai ke depan. Beliau menyampaikan kementerian lain juga menggunakan program ini.
Dari hasil OCHI untuk Kantor Pusat dan Provinsi, para pimpinan dan seluruh jajaran BPS puas dan berterima kasih dengan hasil ini. Hasil OCHI dapat memotret masalah-masalah yang terjadi di BPS dan menjadi bahan untuk perbaikan kedepannya, minimal untuk menentukan program budaya organisasi di BPS untuk 1 tahun ke depan.
Cara Meningkatkan Engagement & Kinerja Karyawan – Apa yang terjadi jika seorang pimpinan perusahaan mampu mendapatkan karyawan dengan engagement tinggi dan kinerja dahsyat? Pasti senang bukan main. Kegiatan operasional sehari-hari bahkan profit perusahaan secara keselurahan bisa meningkat dengan signifikan.
Akan tetapi berdasarkan riset Gallup pada 190 negara termasuk Indonesia, tingkat engagement karyawan di tempat kerja hanya sekitar 13% dari yang benar-benar berdedikasi pada pekerjaan mereka.
Lalu bagaimana cara meningkatkan employee engagement?
1. Melakukan Pendekatan Sesuai Budaya Perusahaan
Anda bisa mencontoh Google untuk melalakukan hal ini. Budaya perusahaan di Google memiliki kultur transparansi yang sangat kental. Mereka memperbolehkan karyawan untuk melakukan hal lain di luar pekerjaan selama 20% dari total waktu kerja untuk meningkatkan engagement karyawan. Hasil? Kreativitas dan kinerja mereka meningkat.
2. Merekrut Karyawan yang Sejalan
Tahukah Anda bawah 69% karyawan yang mengajukan resign bukanlah karena alasan keuangan. Artinya banyak masalah lain yang menjadi penghalang mereka untuk berkeja secara maksimal. Dengan mendapatkan karyawan yang sesuai dan sejalan dengan Visi-Misi yang kita miliki akan mengurangi masalah non-finansial yang membuat karyawan tidak betah di perusahaan.
3. Menujukan Kepedulian
Pemimpin perusahaan yang baik adalah mereka mampu meningkatkan engagement karyawan. Tunjukan rasa peduli secara akrab namun tetap profesional.
4. Memberikan Pelatihan Bagi Karyawan
Memberikan pelatihan demi pengembangan karyawan dan SDM adalah cara terbaik untuk memotivasi karyawan. Melalui pelatihan, karyawan mendapat ilmu baru dan tangan baru untuk kemajuan perusahaan.
5. Outbound Training
Outbound training adalah salah satu agenda yang perlu dicanangkan perusahaan untuk meningkatkan engagement karyawan secara menyenangkan. Dengan outbound training, team building akan semakin terbentuk dan harmonisasi tim semakin terasa