Skip to main content

Data Survei Yang Menginspirasi Reformasi Regulasi Bisnis Hingga Meningkatkan Rangking Ease of Doing Business Indonesia 2018

By August 21, 2019Article

Setiap perusahaan yang menjalankan usahanya dengan baik dan memenuhi standar etika bisnis memiliki peran untuk membangun dan memperbaiki keadaan perekonomian di tanah air.  Dengan membaiknya keadaan bisnis, maka ekonomi negara pun akan terus membaik. Untuk itu dalam penyusunan regulasi, pemerintah tampak turut mempertimbangkan hasil survey berbagai lembaga dunia yang telah meneropong kiprah yang dilakukan para CEO di Indonesia di tahun berjalan dan tahun sebelumnya.

Tulisan ini diturunkan dengan menganalisa hasil data yang didapatkan dari data World Bank Doing Business di tahun 2018 dan 2019 dengan membandingkan pada langkah dan kondisi  yang dilakukan dan direncanakan oleh para pengusaha (CEO Indonesia) di tahun 2017 yang tergambar dari hasil survey tahun 2017 dari Oxford Business Group. Lembaga ini  melakukan survey kepada para CEO dari berbagai perusahaan internasional, lokal dan swasta di Indonesia.

Di tahun 2017, Oxford Business Group meninjau keadaan ekonomi yang tengah berlangsung di Indonesia dengan melibatkan 38% respondennya berasal dari perusahaan internasional,  51% persen responden merupakan perusahaan lokal, dan 89% perusahaan yang mengikuti survey adalah perusahaan swasta. Hasil survey ini memperlihatkan bahwa hampir 92% dari para CEO di Indonesia yang menjadi responden merasa positif atau sangat positif mengenai kemajuan iklim bisnis yang ada di Indonesia.

Hasil survey ini memperlihatkan bahwa kekhawatiran utama para pengusaha di Indonesia ada pada 3 hal, yang berupa birokrasi, sumber daya manusia, dan biaya modal (costs of capital). Kekhawatiran terbesar berada pada masalah birokrasi, yang dirasakan oleh hampir separuh dari seluruh responden. Tepatnya ada 47% dari para CEO di Indonesia yang khawatir pada masalah ini.

Sementara, di urutan kedua, masalah sumber daya manusia berada di urutan kedua dengan persentase sebanyak 43% dari para CEO yang merasakannya. Masalah utama yang dirasakan di sektor sumberdaya manusia adalah tingginya permintaan untuk para ahli di bidang teknik, keuangan, kesehatan dan informatika. Sementara masalah biaya modal hanya berada di urutan ketiga dengan kekhawatiran hanya dirasakan oleh 10% saja dari para CEO di Indonesia.

Bila hal ini disingkronkan dengan data lain lembaga lain seperti dari Bank Dunia, berbagai kekhawatiran ini tampak dijawab oleh Pemerintah di tahun selanjutnya dengan meningkatkan dukungan terhadap dunia bisnis dengan dilakukannya sejumlah kebijakan untuk mendukung perkembangan bisnis di tanah air.

Lembaga di bawah Bank Dunia yang bernama Doing Business ini, meneropong bahwa terjadi reformasi regulasi berupa penurunan biaya untuk pembuatan perseroan terbatas di Jakarta dan Surabaya di tahun 2018, kemudahan dalam  mendapatkan kredit, mendapatkan sambungan listrik dan adanya tax amnesti dalam pembayaran pajak, adanya perlindungan terhadap investor minoritas, dan kemudahan dalam perdagangan lintas batas dengan dibentuknya sistem penagihan tunggal elektronik untuk kebijakan impor.

Beragam reformasi yang dilakukan ini mendatangkan dampak yang sangat positif terhadap kondisi bisnis di Indonesia. Sebagaimana terlihat dalam indeks kemudahan dalam melakukan bisnis di Indonesia yang berada di peringkat ke 91 dari ratusan negara di dunia di tahun 2017, yang kemudian meningkat ke posisi ke 71 di tahun 2018. Namun terjadi penurunan di tahun 2019 ini sebanyak dua peringkat ke posisi ranking 73.

Mungkin sekali hal ini terjadi karena di tahun 2018, tidak banyak terdapat reformasi regulasi dan birokrasi di bidang bisnis. Seperti ditampilkan oleh Doing Business, hanya terdapat reformasi dalam hal kemudahan pendaftaran properti, kemudahan memulai bisnis dengan pendaftaran jaminan sosial, dan dibuatnya sistem terkomputerisasi data untuk memudahkan akses pebisnis mendapatkan informasi kredit. Hanya 3 langkah yang direformasi di tahun 2019 dibanding dengan 6 langkah di tahun 2018.

Dalam laporan yang dieditori oleh Patrick Cooke dari Oxford Business Group untuk regional Asia, termuat sejumlah data seperti bahwa walaupun di tahun 2017 para CEO memiliki kekhawatiran terhadap ketidakpastian keadaan politik dan seringnya terjadi perubahan kebijakan, namun secara umum para CEO di Indonesia memiliki pandangan yang positif. Sehingga kemudian para 40% dari para CEO ini menyatakan bahwa mereka akan melakukan investasi modal. Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terdapat gambaran bahwa telah terjadi penanaman modal langsung (foreign direct investment/ FDI) dalam sejumlah sektor bisnis di tanah air,  yaitu pada industri permesinan dan elektronika, dan pada urutan kedua pada industri kertas dan percetakan. Sementara terjadi juga peningkatan volume investasi di sektor farmasi dan pertambangan.

Dalam laporan hasil survey yang dibuat oleh Oxford Business Group ini, hal utama yang mendorong semua investasi asing ini adalah karena meningkatnya konsumsi rumah tangga di masyarakat dan di sektor swasta seperti properti, infrastruktur, energi dan manufacturing. Sementara yang masih dianggap sebagai momok yang menakutkan adalah adanya resiko eksternal berupa kebijakan moneter Amerika Serikat yang berpengaruh terhadap tingkat inflasi,  yang dapat membuat perusahaan bersikap lebih ketat dalam sektor keuangan mereka.

Sementara, juga terjadi banyak dukungan pemerintah dari data yang diberikan oleh Kepala Bapennas (dalam hasil survey dari oxford business group) bahwa di tahun 2017  pemerintah melakukan perencanaan untuk memfokuskan pembangunan pada enam sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu pada sektor industri pemrosesan, pertanian, perdagangan, informatika dan komunikasi, serta sektor konstruksi dan pelayanan keuangan.

Berbagai langkah yang dilakukan pemerintah ini kemudian menghasilkan peningkatan perbaikan pada harga komoditas dan berlanjutnya investasi di sektor energi, yang kemudian membantu pemerintah dalam melakukan pendanaan dalam berbagai proyek infrastruktur yang memiliki dampak jangka panjang.

Namun para pengusaha masih merasakan bahwa besarnya investasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ini memiliki dampak yang tidak banyak menstimulasi perbaikan kondisi dalam sektor bisnis yang mereka jalani. Namun hal ini bisa saja terjadi karena permasalahan sampling yang tidak merata diantara sejumlah sektor bisnis yang menjadi responden survey. Hasil yang tergambar adalah bahwa peran pemerintah dirasakan masih terbatas. Hingga 54% responden menyatakan bahwa sektor bisnis mereka hanya mendapatkan dukungan pemerintah sebanyak 20% saja.

Namun hal ini dibarengi dengan sikap bijak para pengusaha yang menyatakan bahwa dukungan terbaik yang dapat diberikan pemerintah adalah dalam hal perbaikan birokrasi. Hingga kemudian hal ini ditanggapi pemerintah secara responsif dengan melakukan reformasi birokrasi secara massif dalam perbaikan regulasi dan perbaikan teknologi informatika untuk memajukan pelayanan public yang dapat mendukung kemajuan bisnis.

Hal lain yang amat berpengaruh pada kondisi bisnis adalah keterbukaan sistem yang tergambar pada peningkatan level transparansi berbisnis. Dengan data tergambar pada bagan di bawah ini. meningkatnya transparansi ini membantu untuk menarik investor dan menurunkan biaya peminjaman, serta meningkatkan kepercayaan investor pemberi pinjaman karena mereka dapat melihat langsung pada data keuangan korporasi yang dipersembahkan secara terbuka. Sebagaimana tuntutan yang harus dipenuhi perusahaan untuk meningkatkan level kepatuhan mereka terhadap Good Corporate Governance.

Leave a Reply

Open chat
1
Hubungi Kami
Scan the code
ACT Consulting International
Halo,
Ada yang bisa kami bantu?